~ Jadi Dilan, rindu itu tak berat selama ada emoticon
Kata Dilan, yang berat itu rindu. Jika dulu aku satu sekolah dengan dia, inginku berkata, “Dilan, kita masih terlalu muda untuk memahami apa yang terberat dari sekadar rindu belaka.”
Apa yang lebih berat dari rindu? Jadi begini, setelah bilangan dari usia semakin menua, aku melihat beberapa pernikahan terlihat begitu berat dipikul para “penyintasnya”.
Padahal, timbangan pahala pernikahan kalaulah boleh dikalkulasikan kurang lebih setengah dari agama.
Pernikahan yang sukses akan diberikan doorprize berupa surga, dengan label tanda bintang yang berarti ada syarat dan ketentuan yang berlaku.
Makanya tak heran jika yang diujiankan dalam pernikahan tak sekadar menyebutkan nama-nama ikan dan hanya dihadiahkan sepeda.
Atau sebatas seleksi kemampuan dasar yang berujung pada selembar eska (baca saja SK)–yang sering ikut seleksi CPNS pasti paham.
Bahkan, terkadang ada ujian yang pas kita cari jawabannya akan muncul tulisan “not found” alias tak ditemukan jawabannya.
Ketika seorang lelaki memutuskan berumah tangga, wajib baginya mengerahkan tenaga dan hati mempertahankan senyum perempuan yang telah berani ia terima nikahnya.
Begitu pula jika seseorang telah menjadi istri, ia harus hadir sebagai penghangat dan penguat agar bahtera yang bernama pernikahan tak karam seperti Titanic yang menabrak gunung es di tengah Atlantik.
Saling memahami itu penting, karena sejatinya tidak ada pasangan dan cinta yang sempurna. Kalau kata bule-bule sih, people change.
Pasangan yang telah lama saling mengenal sekalipun akan menemukan hal-hal baru yang membuat kita agak sedikit ternganga.
Oh, ternyata kalo lagi marah lebih serem dia daripada drakula. Oh, ternyata pas lagi tidur dia menggertakkan gigi kayak lagi ngunyah-nguyang tulang.
Wah, ternyata dia tak semanis foto selfie yang ia posting di seluruh media sosialnya.
Dan banyak lagi ‘ternyata-ternyata’ lain yang selalu kita saksikan setelah, “Saya terima nikah dan kawinnya fulanah binti fulan dengan mas kawin tersebut dibayar nyicil, eh, tunai ding maksudnya,” diucapkan di depan penghulu.
Segala hal yang mengejutkan itu wajib kita terima sepaket dengan dua rangkap buku pernikahan dari KUA; buku yang bukan sekadar properti untuk dipamerkan ketika menyunggingkan senyum di depan para kameramen dadakan saat diproklamirkannya janji suci di hadapan para wali.
Baca Juga: Berburu Malam Lailatur Qadar atau ‘Lailatul Bakar’?
Lalu, apa yang sebenarnya harus dilakukan dan direlakan agar pernikahan tak seperti rindu Dilan ke Milea?
Saya punya tutorial merawat pernikahan agar yang berat pahalanya bukan masalahnya.
Komunikasi menjadi jalan pintas termanjur ketika terjadi suatu hal yang membuat kita kecewa kepada pasangan kita. Berbicara dari hati ke hati dipercaya dapat meruntuhkan segala emosi.
Dan yang lebih penting lagi, kalau lagi ada masalah jangan ditumpuk-tumpuk sampai jadi gunung berapi yang ledakannya bisa menghancurkan bangunan rumah tangga yang susah payah dibina.
Apalagi jika maharnya hasil nyicil selama beberapa tahun bekerja. Rugi bandar kan jadinya.
Jangan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengan berpura-pura sudah memaafkan setelah diam-diaman selama berhari-hari. Lebih baik mengutarakan dan sama-sama menemukan solusi daripada memendam sendiri di dalam hati.
Nggak perlu juga pakai acara ngadu ke Facebook and the genks, karena dampaknya rumah tanggamu akan menjadi sesuatu yang tak lagi tabu dan layak untuk diperbincangkan.
Aneh tapi nyata, ibu-ibu (entah bapak-bapak) memang kelakuannya terkadang absurd. Setiap ada masalah bawaannya update status melulu. Alasannya, sih, biar yang disindir ngerasa.
Padahal 90 persen lelaki kurang peka dengan yang begituan. Apalagi kalau yang update itu kata-kata mutiara yang di-copy paste dari hasil googling dengan tingkat bahasa yang susah dicerna. Pasti langsung dibiarkan lewat begitu aja atau bahkan di-skip tanpa dibaca.
Maka dari itu, cara yang lebih efektif adalah dengan membicarakannya langsung tanpa menunggu dia meminta bantuan alien untuk menerjemahkan bahasa diam kita.
Dalam menyampaikan sesuatu, ada hal yang harus diperhatikan juga. Sebagai perempuan janganlah kiranya menunjukkan diri seolah sekuat Jerry yang tetap tegap berdiri walaupun udah ditimpukin sampek penyet sama si Tom.
Jangan sok kuat, deh, karena laki-laki sifatnya suka melindungi. Maka ketika membicarakan atau memprotes sesuatu, pasanglah wajah yang lemah dengan tutur kata yang lembut.
Itu lebih menyadarkan laki-laki daripada kita nge-gas nggak jelas.
Yang perlu diingat adalah tidak perlu teriak-teriak untuk menaklukkan laki-laki. cukup bersikap lembut maka kamu akan meluluhlantakan hatinya.
Laki-laki itu memang kuat dan perkasa, tapi hatinya sangat mudah goyah hanya dengan kelembutan kata dan air mata perempuan.
Selain itu, saling memuji juga tak kalah pentingnya.
“Masyaallah Tabarakallah, suamiku tetap ganteng walaupun siang malam banting tulang menafkahi keluarga.”
Pasti seenggaknya akan didapatkan jawaban semisal, “Masya Allah, istriku selalu cantik walaupun baru siap masak dan cuci piring.”
Baca Juga: Dahlan 1909: Jangan Naik Becak Abang Itu, Milain!
Kata-kata sanjungan seperti itu sangat diperlukan ketika sedang berjuang meraup pahala dalam sebuah pernikahan. Karena pada dasarnya semua orang itu haus akan pujian.
Saling menghargai setiap usaha yang dilakukan dalam menata rumah tangga dapat memperkuat pondasi cinta.
Namun, yang juga harus perlu dipahami oleh para lelaki adalah, bagi seorang istri, pesan WhatsApp dari suami tercinta ketika dalam keadaan berjauhan adalah penyembuh lelah.
Walaupun sekadar berbagi emoticon pelukan.
Semoga saja, tutorial ini mampu sama-sama kita aplikasikan.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )