Mana Lebih Paten, Kebun Kopi Cantik atau yang Ditelantarkan Begitu Saja?

Apakah kebun-kebun cantik yang memikat hati karena diimbangi perawatan maksimal atau kebun kopi yang dibiarkan “terlantar” begitu saja?

~ Yang penting ada kopinya, hehe

Kebun kopi menjadi pemandangan yang tidak kalah menarik dari kebun bunga kayak celosia. Walaupun tidak berwarna-warni, kebun kopi yang didominasi warna hijau bisa menjadi tempat pelipur lara. Setidaknya, dalam beberapa hal mampu menimbulkan kekaguman tersendiri di hati saya sebagai petani kopi yang berdomisili di tanah tinggi Rembele, Bener Meriah.

Setidaknya, ada tiga kebun kopi yang membuat saya terkagum-kagum hingga detik ini. Kebun-kebun ini terletak di “rute jajahan” yang sering saya lewati antara Kampung Rembele hingga Meria Satu. Kebun pertama letaknya di Meria Satu, entah milik siapa. Kebun kedua di Desa Jamur Uluh, juga entah siapa. Dan kebun ketiga, di Rembele, milik almarhum bapak mertua saya. Kebun ketiga ini bisa dikatakan kebun muda yang 100 persen ditanami kopi varietas tim-tim.

Kebun pertama dan kedua, saya suka dengan kerapian tanamannya. Ini menandakan si empunya sangat rajin merawat batang-batang kopinya. Daun kopinya mengkilat dalam warna hijau tua. Sepertinya, suhu dan kelembaban tercukupi karena dahan pelindungnya bagus, tidak rapat dan tidak jarang. Kesuburan tanah pun selalu dijaga dengan pemupukan rutin. Umur batang kopi masih dalam usia produktif.

Kedua kebun yang cantik itu 100 persen diisi dengan varietas Ateng Super. Sebutan Ateng di sini bukan singkatan dari Aceh Tengah tapi diambil dari nama almarhum Ateng, pelawak kondang di era 1970-an. Maka, batang-batang kopi pun pendek seperti Ateng.

Kenapa hanya tiga kebun kopi tersebut yang memikat mata dan hati saya? Karena kebanyakan kebun kopi diperlakukan setengah hati. Istilah para petani kopi, kebunnya sudah rusak. Pohon-pohon kopi tidak mendapat sentuhan perawatan secara maksimal, cuma buahnya saja yang dipetik.

Budidaya kopi itu sebenarnya mudah tapi menunggu batangnya tumbuh hingga bisa dipanen sangat membosankan. Lalu, setelah dewasa ternyata merawat mereka jauh lebih sulit dan kebanyakan petani (mungkin) kita lalai dalam hal ini.

Baca Juga: Waktu yang Tepat untuk Menanam Kopi Arabika Gayo

Padahal, tak cuma kopi, setiap tanaman membutuhkan perawatan secara kontinyu. Setidaknya ada tiga perawatan wajib yang kalau boleh saya singkat menjadi 3P: Pemangkasan, Pelindung, dan Pemupukan.

Hitung-hitungnya kurang lebih begini. Setiap tiga bulan sekali rumput dan gulma di sekitar batang kopi wajib dibersihkan. Lalu empat bulan sekali menabur pupuk. Enam bulan sekali perawatan cabang. Kemudian setahun sekali selama satu semester, silakan dipanen.

Tiga kegiatan itu harus rutin dilakukan. Jika tak disiplin, dampaknya sungguh binasa. Ambil contoh pemangkasan cabang. Bila terlewati satu atau dua kali, kebun kopi jadi semrawut. Cabang pohon tumbuh entah ke mana. Layaknya rambut keriting yang tak pernah terkena sampo, lama-lama terlihat kumuh, bahkan bisa jadi sarang kutu.

Sama halnya seperti batang kopi yang cabangnya centang perenang, lama-lama menjadi tempat tikus bersarang. Mamalia pengerat ini akan memamah kopi sebagai salah sumber makanannya. Kebanyakan kasus, sisa biji yang dimamah tikus akan tumbuh lagi di dahan kopi yang kacau-balau tersebut. Kalau sudah begini, petani menyebutnya dengan istilah batang kopi rusak.

Namun, istilah rusak di sini bukan seperti rusaknya smartphone yang sekali rusak kadang tidak bisa dipakai lagi. Batang kopi tidaklah demikian karena masih mampu berproduksi.

Ada pohon kopi rusak dengan bentuk batang yang cungkring, hidup segan mati enggan. Penyebabnya, bibit tidak bagus, kesuburan tanah dan kelembaban kurang, serta suhu yang panas karena batang pelindung kurang tercukupi. Ada yang batangnya tumbuh subur rusak tapi cabangnya semrawut, ini juga masuk kategori rusak.

Nah, kalau ada pohon kopi tumbuh subur dengan syarat 3P tadi terpenuhi tapi masuk kategori rusak itu karena kurang perawatan batang. Petani biasanya hanya membabat gulma, kebanyakan cuma menyemprot pestisida untuk membasmi rumput liar.

Baca Juga: Kopi Arabika Gayo untuk Inggris dan Amerika

Lalu, setelah sedikit berbuih bercerita tentang batang kopi dan perawatannya, manakah yang lebih enak kopinya? Apakah kebun-kebun cantik yang memikat hati karena diimbangi dengan perawatan maksimal atau kebun kopi yang dibiarkan terlantar begitu saja?

Berikut ini beberapa kelebihan dan kekurangan di antara dua tipe kebun kopi tersebut, dari amatan saya sebagai petani kopi pemula.

Kebun kopi cantik

+ Tentu saja, kebunnya lebih menarik mata.
+ Selain biji kopi, panorama kebun bisa dijadikan objek wisata.
+ Produksi buah kopi lebih banyak.
+ Kehidupan petaninya lebih makmur dan sejahtera.

– Cita rasa kopi tidak terlalu natural. Tidak cocok di lidah penikmat kopi spesiality premium yang selalu mencari kopi paling alami atau natural organik.
– Unsur hara organik di tanah berkurang bila konsep perawatannya pragmatis (asal kerja praktis-praktis saja dengan semprot pestisida dan tabur pupuk kimia).

Kebun kopi semrawut

+ Cita rasa kopi lebih enak, natural, dan jauh dari aroma unsur logam.
+ Lingkungan perkebunan terlihat alami karena gulma berkesempatan tumbuh dan berkembang sehingga unsur organiknya didaur ulang secara natural.
+ Keberlangsungan ekosistem yang menopang hidup di kebun juga terjaga. Burung pemakan ulat bisa berkembang biak secara bebas dan makanan tersedia tanpa terganggu manusia.
+ Harga kopi bisa dilabeli premium organik.
+ Luwak menyukai kebun seperti ini untuk mencari buah kopi segar alami yang tidak memiliki bau-bau tajam karena binatang ini sensitif terhadap bau tajam.

– Pastinya, produksi kopi tidak maksimal. Cabang hanya berbuah maksimal sekali saja. Sesudah itu cabang yang sudah tua dan kering makin menumpuk karena tidak ada proses pembuangan melalui pemangkasan oleh petani.
– Paling disukai babi hutan untuk beranak-pinak karena sepi dari hiruk-pikuk aktivitas manusia.
– Jika dijual saat kebutuhan mendesak—untuk biaya pendidikan anak, misalnya—susah laku. Jika pun laku, harganya turun jauh.
– Harga kebun juga turun karena orang berduit cenderung pragmatis, lihat kebun cantik langsung minta harga.
– Tidak akan dilirik pemerintah daerah untuk dijadikan lokasi festival panen kopi yang digelar setiap tahun.

Jadi, Bree, apa kesimpulannya? Menurut saya, gampang saja, ambil hal positif dari dua model kebun kopi itu. Apapun jenis kopi yang ditanam, kembali lagi ke perkebunan organik dan merawatnya dengan konsep 3P. Why? Cita rasa kopi lebih enak, lingkungan terjaga, harga kopi bisa dijual dengan kelas premium dan super spesiality. Udah, gitu aja.

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

2 thoughts on “Mana Lebih Paten, Kebun Kopi Cantik atau yang Ditelantarkan Begitu Saja?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *