Makna Menonton Langsung MotoGP di Sirkuit dari Kacamata Seorang Perempuan

Bahkan ketika kamu membawa bendera rider GP yang berbeda, sampai di sirkuit semua akan saling menyemangati.

Ilustrasi MotoGP. ©Breedie

~ Daripada beli skincare, nabung buat tiket ahhh…

Ketika seseorang menyebutkan MotoGP, biasanya yang terlintas di kepala kita adalah Rossi, Pedrosa dan Lorenzo, Marquez. Yaaapp, mereka para rider GP yang sudah memegang beberapa kali juara dunia kelas premiere.

Di sekitarku, orang-orang akan menghabiskan waktu menonton hanya saat race atau balapan kelas premiere alias MotoGP, di mana ada “Rossi”nya saja. Bahkan ketika live race di benua lain dan tayang di salah satu stasiun tivi lokal saat magrib, mereka tetap nonton “heboh” di warung kopi, karena ada mbak Rossi tadi.

Oke, itu satu hal. Hal lain yang tak kalah penting untuk kupampangkan di sini adalah pemahaman gender yang (agak) kaku di sekitarku.

Salah seorang teman lamaku, teman kuliah (yang tak perlu kusebutkan namanya supaya tulisan ini tak terlalu berserak), bertanya padaku. “Mengapa (tepatnya kenapa) aku suka MotoGP?”

Biasanya perempuan jarang suka GP karena ini olahraga balap yang identik dengan lelaki, mungkin begitu dia pikir. Sukanya menanam bunga atau mematut-matut diri di depan kaca sambil mencoba skincare terbaru.

Si teman mungkin belum tau kalau aku bahkan juga menyukai balapan Formula 1. Menonton jet darat ngebut ini sering dikaitkan dengan hobi mahal, baik dengan menjalani atau sekadar menontonnya. Mungkin iya juga, sih, tapi kalau cuma memelototinya di tivi apa sih mahalnya bwaang…

Nah, bila mengulas MotoGP, boleh jadi kita bicara tentang kelas race yang terbagi dalam beberapa hierarki, mulai dari Moto3 yang kalau diibaratkan selevel anak SMP, lalu Moto2 (anak SMA), dan MotoGP (mahasiswa). Ditambah lagi ada Superbike yang kelihatannya mirip tapi berbeda dengan MotoGP.

Baca Juga: Romantika Sekuntum Rindu Dek Cut dan Dek Gam dalam Bus Lobur Mahasiswa

Namun, kali ini aku hanya ingin membahas MotoGP, agar lebih sederhana dan me-rakjat. Aku menyukai MotoGP karena di situ ada jokinya (sampai sekarang belum ada ide dari regulator kompetisi untuk menggantikan penunggang manusia dengan robot. Mungkin tahun 3001 nanti, ya), teknisi, teknik, tim, data, dan strategi.

Sepintas lalu, menentukan pemenang balapan bisa dari siapa yang tercepat melajukan kuda besi di lintasan. Tapi, membaca peluang menang pun tak semudah menaburkan bawang goreng di atas setumpuk mi instan. Di situ ada grafik yang perlu dibaca, ditambah lagi faktor-faktor lain seperti cuaca dan crash.

Misal nih, bisa saja Rossi dielu-elukan sejak awal laga karena setelah start dia terus memimpin di depan. Di trek lurus dia berakselerasi meninggalkan lawan-lawannya. Tak lupa, menjelang tikungan—sebelum melibasnya dengan tipis—dia menurunkan kaki. Kalau istilah di kalangan anak GP namanya leggings ‘leg wave’. Ada juga yang menyebutnya ‘lag dangle’ bahkan ‘doctor dangle’ karena gerakan kaki turun ini emang Rossi pelopornya.

Eh, begitu masuk lap atau putaran ke 10, tau-tau doi jatuh gara-gara lintasan licin bekas diguyur air mata buaya hujan. Sehingga, Babang Rossi yang awalnya diprediksi menang, seusai balapan cuma bisa makan kacang rebus diselingi kuaci.

Lantas mengapa Rossi? Yup, Valentino Rossi a.k.a Vale46 a.k.a the Doctor a.k.a ValeYellow adalah people champion yang bahkan kalau tidak menang pun tetep mendapat tepukan tangan dan salut dari penonton.

Orang ini memang legenda hidup MotoGP. Selain faktor nama yang mudah diingat karena telah terkenal sejagat, beliaw juga ibarat sesepuhnya MotoGP. Ya, sudah 39 tahun membalap tapi masih sanggup berlomba dengan adik dan anak asuhnya. Untung, belum ada keponakan Rossi yang ikut datang membalap ke MotoGP. Kalau iya tentu makin seru, dan menonton MotoGP ibarat menyaksikan acara reality show keluarga.

Oiya, Rossi juga pernah membalap di Sirkuit Sentul Indonesia. Tapi saya belum pernah menontonnya di sana. Kalau di luar Indonesia pernah dua kali. Di Sirkuit Sepang Malaysia dan Chang International Circuit atau Sirkuit Buriram Thailand. Bukan bermaksud menyombongkan diri tapi ini semacam pencapaian ter-haqiqi diriku dalam dunia perbalapan MotoGP, lho, Bree.

Menonton MotoGP di sirkuit luar negeri memang perlu merogoh kocek lebih dalam. Tapi karena semua dilakukan atas nama hobi jadinya tidak terasa memberatkan, Bree. Asalkan konsisten nabung saja.

So, apa enaknya menonton langsung MotoGP di sirkuit? Bukankah menonton di tivi lebih enak, tampak semua? Kalau di sirkuit ‘kan kamu hanya bisa melihat sekali lewat saja setiap putarannya sampai lap race berakhir?

Betul memang. Tapiiii…atmosfernya sangat berbeda, bwaangg. Di sirkuit kita sebagai penonton bisa mendengar raungan sepeda motor para pembalap GP sampai kuping pekak.

Makna Menonton Langsung MotoGP di Sirkuit dari Kacamata Seorang Perempuan
ILustrasi MotoGP. Cesar Ayesta/Pixabay

Belum lagi ketika momen penyerahan piala, panitia memutar lagu kebangsaan negara setiap pemenang race. Semua penonton berdiri tanpa dikomando. Ikut terharu dan beberapa bulu terpaksa merinding, padahal jelas-jelas itu bukan lagu kebangsaan negaraku.

Kelebihan lainnya, di sana tidak ada penonton yang bermusuhan. Saat tersenggol dengan sesama pendukung joki, kita nggak jadi marahan, malah temenan.

Fakta yang aku rasakan saat di sana, bahkan ketika kamu membawa bendera rider GP yang berbeda, sampai di sirkuit semua akan saling menyemangati. Siapapun rider-nya, hanya ada satu bahasa di sana, bahasa Inggris dan go go go …

Jika ada penonton yang lebih tua dan memborong banyak souvenir MotoGP, mereka tak sungkan membaginya dengan anak-anak kecil yang menonton. Bahkan, saling bagi makan dan minum. Sampai saat ini memang belum ada yang terlihat saling berbagi nomor rekening.

Baca Juga: Menemani Pagi dengan Berlari

Saat berfoto, semua seperti saudara yang berfoto dengan idolanya. Seru abis pokoknya. Semua spot di sirkuit menjadi tempat berpose foto untuk semua orang. Selain itu, pemilik booth-booth aksesoris GP ramah-ramah. Mereka tidak keberatan kita mengajak foto walaupun tidak membeli.

Pengalaman menarik saat menonton MotoGP langsung dari sirkuit inilah yang membuatku akhirnya selalu mengikuti perkembangan MotoGP di setiap musimnya. Banyak pendapat saat hadir di sana, berbagai sudut pandang dan penilaian terhadap kelebihan dan kekurangan sirkuit, para rider, serta penampakan race. Tapiii dari semua hal itu, capek terbayarkan dengan happy dan puas, apalagi kalau joki favorit menang.

Kalau kalian tertarik soal cara gimana bisa nonton MotoGP secara langsung, silaturahmi tulisan selanjutnya boleh kita share-share tips dan tricknya. Salam MotoGP, eh salam go go go!

Diperbarui pada ( 20 Februari 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *