~ Lauk-pauk menjadi jahat di tangan orang tak bertanggung jawab
Apa itu jatah yang kalau dibalik menjadi hajat? Apa itu hajat yang kalau dibalik (lagi) menjadi jahat? Semuanya kembali ke kamus yang sudah dititahkan oleh manusia untuk menjadi seorang bijak tua yang mampu menerangkan makna kata-kata. Apa jadinya hidup manusia tanpa kamus? Mungkin, kita hanya saling berbicara dengan bahasa isyarat. Au eo au eo iiii. Mungkin, google translate tak bakal dilahirkan ke dunia.
Jadi begini, jatah, hajat dan hajat bisa menjadi sebuah tumpukan lema yang saling berhubung. Kamu tahu lema? Jikalau ditambahkan “ng (ngeuh)” dianya menjadi lemang. Tapi bukan ini masalahnya.
Yang juga bukan masalahnya adalah, jatah jangan kalian tambahi tanda kutip karena maknanya bisa menjelma binal. Kalau kalian tak kunjung paham, tanyakan apa itu jatah kepada anak-anak muda yang bercinta. Sebagian akan menjawabnya dengan: “poh bandet”.
Namun, saya tak mau tercela untuk membahas jatah yang berhubungan dengan bandet tersebut. Jatah yang mau saya bahas, yang diartikan kamus sebagai jumlah atau banyaknya barang yang telah ditentukan. Kenapa jatah harus penting dibahas? Jatah menjadi krusial jika jumlah yang ditentukan tidak memenuhi hajat hidup seseorang atau khalayak.
Apa itu hajat? Yok, kita buka kamus lagi. Hajat adalah keinginan; maksud; kehendak. Boleh juga diartikan ia adalah kotoran. Namun, lagi-lagi saya enggan berurusan dengan eek kucing.
Ketika hajat tidak mampu dicapai, orang-orang akan jahat. Jahat ini sesuatu yang sangat tidak baik. Ketika jatah tidak diberikan sesuai hajat, manusia-manusia akan menjadi jahat. Pernahkah selama ini kamu melihat manusia-manusia yang jahat? Jika ada, simpan nama manusia itu dalam hati saja, tak perlu dituliskan dalam status.
Apakah kamu perlu contoh untuk semua bualan ini? Jika iya, begini contohnya. Kita sebut saja jatah yang berhubungan dengan takaran sepiring nasi yang diperoleh seseorang saat makan siang. Kamu tentu tahu nasi? Untuk itu, saya tak mau menerangkan lagi apa itu nasi.
Tapi yang mungkin kamu perlu tahu, setumpuk nasi seberat 200 gram, dianya mengandung 360 kalori. Angka ini saya kutip dari seorang ahli gizi, yang tak usahlah saya sebutkan namanya karena ybs sudah terkenal. Takaran kalori ini masih boleh didebatkan sampai kapan pun. Boleh jadi bukan 360 tapi 800 kalori.
Kalori adalah jumlah energi yang diperoleh dari beberapa gram nasi ini. Energi inilah yang kita bakar melalui aktivitas sehari-hari. Tentu kamu heran kenapa tubuhmu tak berasap atau mengeluarkan api? Karena pembakaran yang dipahamkan di sini memang tidak sesederhana orang menjerang kopi.
Sederhananya, kalori adalah energi yang dibutuhkan tubuh agar bisa beraktivitas dan menjalankan fungsinya dengan baik. Ketika kalian bernafas, bikin status, selfie-wefie, stalking akun mantan, bahkan ngupi, itu sudah memerlukan energi. Tanpa energi, we will be die! Jadi janganlah kau membenci kalori!
Kembali ke jatah makan siang. Biasanya, si seseorang ini mendapatkan sepiring nasi saban siang. Mau ada hantu blau lewat atau demo anak STM, dia tetap mendapat jatah sepiring nasi. Jatah dari siapa? Tak perlu jelas kali, ya. Bisa jadi dari mamaknya, neneknya, tantenya, pacarnya, atau nya nya yang lain.
Oleh karena sesuatu dan lain hal, siang itu dia cuma mendapatkan setengah piring. Tentu hal ini berkebalikan dengan kebiasaannya dalam hidup ini. Apakah dia kecewa? Bisa jadi sangat. Tapi kan dia tetap memakannya juga. Karena di dalam piring nasi itu juga ditumpuk ikan, sayur, dan buah-buahan. Tak perlu mencari tahu lagi jumlah kalori dari benda-benda pendamping ini. Yang pasti, cukuplah untuk membuat si orang ini hidup selama 24 jam bahkan lebih.
Tapi kamu tau nggak Bree, ternyata lauk-pauk itu juga berkurang dari jatah yang biasanya. Alamak! Dia tetap memakan juga karena lapar. Sepiring nasi plus lauk-pauk lebih penting ketimbang pesan WhatsApp yang tak terbalaskan.
Setelah makan, si seseorang ini jelas merasa kurang kenyang. Lambungnya yang selalu bersiap-siap menerima sepiring nasi hari ini cuma kebagian setengah. Otomatis, energi yang telah disiapkan oleh lambung justru mubazir sebagian.
Kamu tentu sudah tahu jika lambung juga bekerja seperti kamu. Dia “masuk kantor” tergantung dari kapan kamu menyumpalnya dengan makanan. Sepintas mirip freelance karena jika kamu ngemil jam tiga pagi, si lambung akan bangun dan bekerja tanpa kenal capek. Pokoknya dia berprinsip kerja, kerja, kerja.
Akibat tak mendapatkan jatah seperti biasanya, lambung pun kecewa. Dia protes dan bilang, ‘Tolong tambah lagi nasimu, kawan.” Si orang ini menjawab, “Tak ada lagi nasi hari ini, Bung.”
Lambung kian kecewa tapi ia cuma berucap, “Kalau begitu ya sudahlah, kau bersiap-saja saja lapar hari ini.”
Oleh karena si orang ini lapar. Dia pun berusaha memperoleh nasi setengah porsi lagi. Namun, dia tak bisa karena memang sebegitu saja jatah yang ada. Dia pun kecewa, duduk termenung memikirkan sesuatu hingga bohlam 24 watt menyala-nyala dalam batok kepalanya. Matanya pun menjadi nyalang, agak merah begitu.
Entah apa yang direncanakannya. Namun, beberapa saat setelah bohlam tadi mati, dia pun pergi ke toko beras di sudut sebuah pajak (baca: pasar) yang ramai. Beberapa pekerja sedang menata goni-goni berisi beras. Dia masuk ke sudut toko, pura-pura mengecek sebuah karung yang terpisah dari tumpukan.
Agak lama dia mengeceknya. Lalu, dengan kedua tangannya dan energi dari setengah piring nasi tadi, dia menggotong karung itu. Mungkin beratnya 15 kilogram. Dia tak peduli. Dia juga tak peduli apakah itu beras Tangse atau Keumala.
Karung itu dipanggulnya dengan langkah pasti, melewati pemilik toko yang sedang sibuk melihat angka-angka di kalkulator Casio, yang belum kunjung berubah jadi duit. Si pemilik toko tak menoleh, acuh saja.
Si orang itu sudah sampai ke pintu toko. Dia melempar senyum kepada beberapa pegawai yang sedang merokok setelah menata karung-karung beras. Pegawai-pegawai itu membalas senyum tersebut. Agak lama senyum-tersenyum itu terjadi lalu si orang itu keluar dengan pasti dari toko, dari pajak, hingga kakinya sampai ke rumah.
Di depan pintu rumah, sesosok tak kasatmata muncul dari bahu kirinya dan bertanya? “Kenapa cuma sekarung? Harusnya kan dua karung?” Orang itu tak mau menjawab. Dia seharusnya mengambil sekilogram saja. Soalnya, dia cuma perlu untuk menambah setengah porsi piringnya. Bahkan, setengah kilogram saja cukup. Tapi entahlah, hati kecilnya menyuruh ia mengambil sekarung.
“Tak kusangka ada manusia bodoh macam kau,” ujar sosok itu lagi. Si orang ini menjawab dalam hati. “Yang bodoh banyak, yang kek aku ni langka.”
Si orang ini, sejak ia menggotong beras sudah menjadi seorang yang jahat. Oleh karena itu, pemilik toko beras melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Dia membuka rekaman CCTV yang dipasang tersembunyi di sudut kedainya. Langsung tampaklah orang tadi.
Polisi pun menyelediki. Langsung ke-tempe-an siapa orang di CCTV itu. Setelah dicari-cari, polisi menemukan lokasi rumahnya lewat google map. Polisi menyiapkan pasal-pasal lalu mendatangi rumah tersebut. Empunya rumah ternyata sedang memasak nasi di dapur. Nasinya dari beras di toko tadi.
Dia ditangkap tanpa perlawanan. Padahal, nasi belum matang dan belum sempat dimakan. Si orang itu dibawa ke kantor polisi. Dia ditahan beberapa hari sebelum dibawa ke pengadilan. Hakim memutuskan ia bersalah oleh karena itu ia harus dipenjara. Di penjara ia memperoleh jatah nasi. Tapi kamu tahu, jatah nasi itu kini tinggal seperempat saja. Rasanya juga tak enak seperti yang ia makan saban hari.
Apa mau dikata, jatah dan hajat sangat mampu mengubah seseorang menjadi jahat. Lalu lambung, yang menjadi tokoh antagonis dalam cerita bualan ini pun kecewa berat.
Lalu, yang masih menjadi pertanyaan, kenapa pemilik toko dan pegawainya membiarkan orang tersebut mengutil nasi? Untuk memahaminya, ada baiknya sesekali kamu nonton drama Korea atau film India. Di sana, kau akan mendapatkan jawabannya.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )