Di meunasah kampung saya dulu ada sebuah keranda yang menakutkan. Telah banyak cerita horor yang ditimbulkannya berdasarkan pengakuan beberapa orang.
Tempat usungan mayat ini posisinya di bawah tambo di sudut kanan belakang meunasah.
Bentuknya seperti bangku kayu panjang tanpa senderan dengan kaki-kaki pendek tapi punya empat sisi lengan yang panjang.
Kenapa benda seperti keranda bisa menakutkan?
Waktu itu tahun 90-an dan listrik baru masuk ke kampung. Kata baru di sini bisalah dimaknai sebagai alirannya yang belum stabil; padam di jam-jam tertentu dalam durasi menjengkelkan.
Lebih menjengkelkan lagi ketika listrik padam kala malam bulan puasa saat banyak anak-anak tidur di meunasah sehabis tadarusan.
Posisi tidur mereka biasanya berbanjar dengan kepala menjorok ke dinding meunasah yang terbuat dari papan.
Tadarusan biasanya berhenti antara pukul 12 hingga 1 dinihari. Bisa lebih cepat kalau listrik padam.
Anak-anak yang ikut tadarusan tidak langsung pulang. Mereka akan tidur dulu di meunasah menunggu sahur datang.
Menjelang sahur sekitar pukul 3 mereka bangun lagi, berselawat beramai-ramai dan membacakan pengumuman untuk membangunkan seisi kampung agar menyiapkan makan sahur.
Selawat dan pengumuman sahur hanya elok dilakukan ketika listrik menyala karena memakai pengeras suara meunasah.
Ketika listrik padam, tentu konyol melakukan itu.
Yang lebih konyol lagi, ketika listrik padam dan kau berbaring di dekat keranda tersebut. Bukan cerita horor yang akan kau dengar melainkan langsung uji nyali, tanpa perlu lambaian tangan ke kamera.
Suatu malam listrik padam. Saat itu, tadarusan telah berhenti. Anak-anak langsung mengambil posisi ke sudut belakang meunasah, dekat keranda.
Di luar meunasah, angin malam berdesau bersama gerimis yang malu-malu. Cuaca mendadak dingin dan semua orang harus meringkuk dalam sarung masing-masing.
Penerangan meunasah cuma dibantu sebuah lampu surungkeng berdaya pijar lemah.
Seorang anak melihat keranda itu bergeser-geser dari posisinya. Seperti digerakkan sesuatu. Dia hanya berani mengintip dari balik sarung.
Ingin dia berteriak membangunkan teman-temannya tapi dia merasa tak enak mengganggu.
Besoknya, dia bercerita hal tersebut kepada teman-temannya. Semua percaya karena keranda itu memang menakutkan.
Cerita horor tentangnya bertambah lagi ketika beberapa hari kemudian anak yang lain melihat sebuah sosok terbaring di atas keranda.
Tidak jelas apakah itu orang atau bukan karena dia melihatnya dalam suasana yang lumayan gelap.
Ketika peristiwa demi peristiwa ini dilaporkan ke teungku meunasah, beliau hanya tertawa-tawa saja. Sembari mengatakan itu cuma halusinasi semata.
Beliau tak percaya kejadian tersebut karena tak pernah mengalami. Lagi pula, kejadian ini berlangsung di bulan Ramadan ketika setan dan iblis dikurung agar tidak menggoda manusia.
Mana ada hantu bulan puasa, kan begitu?
Selain teungku meunasah, beberapa orang abang leting kami juga tidak percaya akan keangkeran keranda tersebut.
Namun, entah karena iseng mereka ingin mengujinya. Pada suatu malam mereka pun mengerjai seorang teman. Ketika lelap tertidur, teman tersebut mereka gotong ke atas keranda.
Tak lama, si teman pun mengigau dengan hebatnya. Sepertinya dia sedang mengalami mimpi paling buruk.
Sejak saat itu saya tak berani lagi menatap keranda itu lama-lama. Saya tak mau keranda itu membayang-bayangi jiwa saya yang polos ini.
Kalau suatu malam tanpa sengaja saya sleepwalking dan paginya tau-tau sudah ngorok di atas keranda itu, kan kacau, bos.
Ini sejatinya rubrik baru yang dibuat mendadak. Rencananya tayang selama Ramadan sebagai tempat menampung cerita-cerita terkait puasa. Buat Breeders yang mau berbagi cerita, email saja tulisanmu ke [email protected]. Panjangnya cukup 300 kata, ditunggu ya 🙂
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )