~ Ada radionya bhang
Rhythmbox hanyalah aplikasi sederhana, barangkali bisa dibilang begitu. Bahkan di laman Wiki GNOME, Rhythmbox disebut sebagai ‘a music playing application for GNOME’. GNOME ini salah satu varian dekstop yang dipakai di beberapa sistem operasi, kebanyakan di Linux.
Jadi, Rhythmbox adalah aplikasi pemutar musik (atau audio) yang dapat berjalan di lingkungan desktop GNOME. Di Ubuntu, Debian, dan Linux Mint, Rhythmbox menjadi aplikasi pemutar musik bawaan.
Sebagai pengguna yang beberapa kali pernah “kesasar” menggunakan sistem operasi, dari Windows-Linux-Windows-Linux, kehadiran Rhythmbox menjadi salah satu keasyikan sendiri. Dan ini yang membuat saya betah hingga sekarang di salah satu distro Linux, Ubuntu.
Rhythmbox bisa jadi “kalah” cantik dari Windows Media Player, bahkan iTunes, yang menjadi inspirasi lahirnya Rhythmbox pada 9 Maret 2002. Tampilan aplikasi open source ini sangat sederhana, tapi tidak sesimpel Winamp.
“Raut muka” Rhythmbox nyaris datar. Sedatar tatapan mata ibu kos menjelang akhir bulan. Di bagi side pane, termuat Library, Stores, Playlist, dan Shared. Di Library, pengguna bisa mengakses Music (diimpor dari komputer), Podcast (dapat merekam untuk didengarkan kapan-kapan), terhubung ke Last.fm, Libre.fm, dan Radio.
Dan yang terakhir itu paling saya sukai. Kemampuannya mengakses radio streaming. Tanpa perlu antena, cuma internet saja.
Baca Juga: Mainan Baru itu Bernama Podcast Breedie
Walaupun fungsi yang ditawarkan Rhythmbox lebih banyak lagi, tapi melalui fitur radio tersebut, saya menemukan lagi kesukaan mendengarkan radio. Hmm, sepertinya itu kesukaan yang muncul akibat faktor pandemi. Sebelumnya, saya jarang mendengarkan radio, kecuali radio bergigi.
Efek pandemi membuat kita lelah, stres, marah-marah. Jalur pengobatan satu-satunya agar kembali menjadi “waras” adalah dengan radio. Bukan melalui smartphone tapi lewat Rhythmbox.
Ada alasannya kenapa radio smartphone tidak menarik. Selain fitur, frekuensi juga terbatas. Beberapa aplikasi radio di Play Store tak memuaskan selera karena overload iklan. Lagipula, mendengarkan radio di smartphone bikin batre boros.
Fitur Radio Rhythmbox
Di Rhythmbox ada beberapa saluran stasiun radio bawaan aplikasi. Tapi radio dari luar negeri semua. Ada radio kampus entah di mana, ada juga radio komunitas. Karena saya nggak bisa basa Inggres, saya hanya ingin mendengarkan radio-radio lokal di seluruh Indonesia saja. Saya ingin mendengarkan keroncong yang diputar di radio lokal entah di mana itu. Mendengarkan iklan layanan masyarakat yang dipancarkan sebuah radio di Berastagi, Medan, Jambi, Madura, atau lagu-lagu lokal di radio Ambon maupun Bali.
Maka, saya cari stasiun-stasiun radio lokal yang saya mau. Ada banyak website yang memuat direktori alamat dan nama radio-radio lokal Indonesia beserta siaran streaming-nya.
Untuk mendengarkan di Rhythmbox, salah satu cara termudahnya dengan menambahkan tautan URL streaming dari stasiun radio tersebut. Umumnya hanya berisi angka semisal http://xx.xxx.xxx.xxx:xxx/. Cukup kopi tautannya lalu buka fitur Radio di Rhythmbox, klik Tambahkan. Setelah itu tinggal streaming.
Ada juga tautan yang tidak berisi angka tapi huruf. Cara menemukan tautan model ini juga mudah. Tidak triki dan tidak butuh kesabaran. Syaratnya, kita udah tau alamat website dari stasiun radio yang mau ditambahkan.
Contohnya gini, Bree, saya mau tambahkan stasiun Prambors FM Jakarta. Saya pergi ke situsnya, dan di sana dapat dilihat di bilah menu ada kategori ‘Listen’. Kemungkinan besar, di kategori itu terdapat tautan live streaming Prambors.
Di bagian kepala website juga tertera tulisan ‘Now Playing’. Sepertinya ini tautan yang sama untuk live streaming Prambors. Ketika cursor saya dekatkan ke tulisan ‘Now Playing’, di bagian bawah peramban Chrome ternyata muncul tautan live.pramborsfm.com. Ini dia jalur streaming stasiun radio itu.
Baca Juga: Mencoba Fitur di Microsoft Edge, Pengganti Internet Explorer yang Kaku
Seperti cara di atas, tinggal add tautan ini ke Rhythmbox lalu play. Jika tidak eror dan streaming langsung lancar jaya, berarti tautannya benar.
Andaikata tidak ada pemintas seperti ‘Now Playing’ di beranda situs, berarti kita harus menyelam lebih dalam ke kategori ‘Listen’. Barulah di bagian ini agak sedikit triki, kalau boleh dikata begitu. Kita harus klik kanan di badan situs lalu pilih ‘Inspect’. Selanjutnya tinggal pasang badan buka mata lebar-lebar ke bilah elements website yang telah terbuka, lalu cari URL berisi kata ‘streaming’, ‘live’, ‘livestream’ atau yang sebau dengannya.
Sebau? Maksudnya bhang…
Jika ketemu tautan yang memuat kata-kata seperti itu, kemungkinan besar kita telah mendapatkan aliran streaming dari stasiun radio dimaksud. Gimana, Bree? Mudah-mudahan ribet nyarinya, yak.
Lalu, gimana kalau ada radio yang tidak ketemu URL-nya? Mungkin stasiun radio itu belum terkena sentuhan revolusi industri 4.0. Belum memiliki website. Atau, luput dari mata pencarianmu, Bree. Kebanyakan radio yang memiliki website akan memasang jalur URL streaming. Karena mereka tau, menjangkau audiens melalui website sebuah hal yang bagus untuk mendongkrak bisnis.
Dari beberapa penjelasan di atas, saya juga perlu kasih kabar buruknya. Berhubung ini radio internet, maka internet adalah kunci. Usahakan stabil walaupun kayaknya Rhythmbox tak butuh koneksi internet yang kencang. Cukup seadanya, karena, seperti kata Gavin Belson, CEO Hooli dalam serial Silicon Valley, teknologi suara telah berhasil sejak seratus tahun yang lampau. Artinya, audio mampu beradaptasi lebih bijak dengan internet.
Selain itu, kemungkinan pada suatu hari/malam yang cerah, ada beberapa tautan stasiun radio mati, linknya eror, atau mati-hidup-mati. Tak perlu salahkan siapa-siapa. Munculnya link eror bisa disebabkan karena stasiun bersangkutan mengubah URL-nya, atau malah websitenya sudah wabaskiras. Sabar, kalau duitmu ada dan berlipat ganda, bikin saja radio sendiri.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )
Jangan lupa Russ Hanneman, A guy put radio on intrrnet. Hehehe..