Lebaran From Home

Kita juga butuh menjabat dan mencium tangan mereka, karena kata Nabi, berguguranlah dosa-dosa orang yang bersalaman itu sebagaimana gugurnya dedaunan.

Lebaran From Home

Ini lebaran kedua yang kita lalui di tengah pandemi corona. Dunia, yang tidak pernah baik-baik saja, ternyata tetap masih belum baik. Selagi wabah corona makin menggila dan masih enggan menunjukkan tanda kapan berhenti, kita dilarang pulang kampung atau mudik, demi kebaikan bersama agar penyakit itu tak terus merajalela.

Namun, kedua frasa itu—mudik atau pulang kampung—terlanjur kita letakkan dalam kesakralan Hari Raya. Sejak dulu. Karena tanpanya, Hari Raya seakan menjadi tak berarti. Hari Raya harus dirayakan di kampung, atau tempat di mana orang tua maupun sanak saudara berkumpul.

Hari Raya Idul Fitri, yang berulang saban tahun dengan kegembiraan baru, harus dirayakan bersama-sama. Para perantau harus pulang setelah sekian lama mengadu nasib di tempat yang jauh. Entah ia sukses atau sebaliknya.

Seorang anak harus pulang melihat orang tuanya. Kepulangannya akan sangat berarti jika kedua orang tuanya masih hidup, tapi juga tetap bermakna walaupun hanya menjenguk makam-makam yang kini menjadi rumah baru mereka.

Ketika pulang kampung dilarang, kita sedikit kehilangan minat pada sebuah Hari Raya yang istimewa. Kita seakan tidak bergairah menjalaninya karena ada sebuah tradisi yang kita terabas.

Pandemi telah mengubah wajah Hari Raya. Kita tidak dapat menjenguk orang tua, bercengkerama dengan sanak saudara dan menanyakan kabar mereka, serta sebaliknya, mereka menanyakan kabar kita setelah sekian tahun tak bersua.

Pandemi memaksa kita berlebaran dari atau di rumah saja. Mengunjungi keluarga dengan memakai kecanggihan teknologi melalui layar-layar virtual. Sungguh pun mampu menghapus rindu karena dapat bertemu dalam jaringan, itu tetap kurang.

Baca Juga: Gara-gara Si Corona, Mudik Tak Seasyik Dulu Lagi

Kita butuh bersimpuh di lutut orang tua dan meminta maaf atas segala kesalahan yang sengaja atau tak sengaja kita lakukan. Kita juga butuh menjabat dan mencium tangan mereka, karena kata Nabi, berguguranlah dosa-dosa orang yang bersalaman itu sebagaimana gugurnya dedaunan.

Kita juga butuh melihat wajah mereka dari dekat tanpa dibatasi oleh sekat-sekat maya. Atau, berziarah ke kuburan mereka sambil membacakan doa-doa terbaik tepat di atas batu nisan mereka.

Semoga kita mampu bersabar sekali lagi pada tahun ini; menjalani Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah dari rumah. Selamat lebaran kawan, maafkan atas segala kesalahan, dan semoga Allah SWT selalu menghujanimu dengan keberkahan dan kebahagiaan.

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *