Tim sepak bola Indonesia gagal memetik kemenangan saat melakoni laga perdana Grup G putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia. Mereka dihantam 2-3 dari Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis malam, 5 September 2019.
Indonesia sebenarnya unggul terlebih dulu. Namun, dua kali mencetak gol, dua kali pula Malaysia mampu membalasnya. Gol penentu kemenangan Harimau Malaya dicetak Mohamadou Sumareh, pemain naturalisasi asal Gambia yang justru tak masuk starting eleven. Gol Sumareh lahir pada menit 90+6.
Kekalahan tersebut dibarengi dengan kericuhan suporter. Sejak menit ke-71, suporter Indonesia mencoba menyerang tribun suporter Malaysia. Tak cukup dengan benda-benda keras seperti botol, suporter juga meneror dua bom asap ke kerumunan suporter Malaysia.
Menpora Malaysia, Syed Saddiq Syed Abdul Rahman, yang ikut menonton pertandingan bersama suporter Malaya ikut merasakan imbasnya. Dia pun terpaksa dievakuasi dari tribun. Akibat kericuhan, pertandingan sempat dihentikan.
Setelah pertandingan, Saddiq berencana mengajukan protes ke Kementerian Pemuda dan Olahraga RI. Di akun twitter-nya @SyedSaddiq dia mencuit bahwa wajar federasi sepak bola Malaysia (FAM) bakal mengadukan PSSI ke FIFA.
Namun, setelah cuitan itu, pada Jumat pagi, Menpora Indonesia Imam Nahrawi bertemu Saddiq untuk menyampaikan permohonan maaf dan berharap kejadian tersebut tidak terulang. Imam meminta oknum suporter yang diduga terlibat insiden kericuhan ditindak polisi.
Adapun Syed Saddiq juga menyerahkan penyelesaian kasus kericuhan kepada kepolisian. Dia memastikan silaturahmi dengan Indonesia terus berjalan.
Entah ada hubungannya atau tidak, pada hari yang sama, situs berita Star Online Malaysia menurunkan berita mengejutkan dengan judul lebih kurang “Melaka bergulat dengan invasi babi hutan Indonesia”. Melaka yang dimaksud adalah Negeri Bagian Melaka.
Berita dibuka dengan kalimat, “Selain masalah imigran yang masuk secara ilegal ke Melaka melalui selat, negara saat ini menghadapi masalah lintas batas lainnya- invasi babi hutan dari Indonesia”.
Ketua Komite Pertanian, Pengembangan Agribisnis, dan Koperasi Melaka, Norhizam Hassan Baktee mengatakan, babi hutan adalah perenang hebat. Namun, kata Norhizam, negaranya tidak pernah berharap babi-babi Sumatra tersebut menyeberangi Selat Malaka yang sempit untuk mencari habitat baru di Melaka.
“Invasi babi hutan membuat kami putus asa karena populasi hewan meningkat di Melaka,” ujarnya lagi. Sebuah pulau bernama Besar di sekitar Melaka, kata dia, telah dirusak puluhan babi hutan tersebut, termasuk anak babi.
Norhizam sepertinya tidak melihat sendiri kejadian itu. Dia hanya menyitir laporan nelayan yang menyebutkan babi-babi Sumatra melintasi Selat Malaka menuju Pulau Besar saat malam.
Para nelayan, kata Norhizam, melihat moncong di dalam gelap di sepanjang garis pantai Melaka hampir setiap malam. Dia mengatakan jumlah babi hutan bisa melebihi jumlah manusia di Pulau Besar jika situasinya tidak terkendali.
“Pulau Besar tampaknya menjadi titik pendaratan bagi babi hutan sebelum mereka menyeberang ke daerah yang dekat dengan Ujong Pasir di daratan dan daerah pesisir lainnya.” Departemen Satwa dan Taman Nasional Melaka, tambah dia, sekarang fokus pada pemberantasan populasi babi hutan tersebut.
Sejauh ini, keterangan Norhizam dibantah Kepala BBKSDA Riau Suharyono. Dia meragukan jika disebut babi hutan mampu menyeberangi Selat Malaka. Babi memang bisa berenang, kata Suharyono, tapi untuk melintasi selat sepanjang puluhan kilometer itu, “Inilah yang kita ragukan.”
Suharyono mengatakan sulit membuktikan klaim Malaysia tentang babi hutan dari Indonesia menyeberang ke wilayah mereka.
Sementara, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indra Exploitasia, punya pendapat sedikit berbeda. Indra menilai pernyataan bahwa adanya invasi babi hutan Indonesia itu perlu dibuktikan secara ilmiah.
Kalau benar babi hutan itu dari Sumatra, kata dia, hal itu sesuatu yang biasa saja. Satwa terbiasa bermigrasi, terutama ketika musim berbuah di suatu wilayah. “Bisa juga nanti balik ke tempat asalnya. Itu pergerakan namanya, bukan invasi.”
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )