Di bawah gemerlap langit malam Banda Aceh, dinding panjat buatan di sisi Stadion Harapan Bangsa (SHB) Lhong Raya, sigap menyambut para atlet Pekan Olahraga Nasional atawa PON 21.
Di tengah diamnya, holds atau poin-poin yang menempel acak di dinding panjat, menantang setiap pemanjat untuk mencubit, memegang, bahkan menginjaknya.
Dinding panjat buatan memang bukan tebing alam asli. Tapi, setiap langkah para atlet, membutuhkan keberanian dan ketepatan.
PON XXI Aceh-Sumut menjadi saksi perjuangan para pemanjat yang datang dari berbagai penjuru Indonesia itu.
Di dinding panjat SHB, mereka bertarung bukan hanya melawan gravitasi, tapi juga batas diri.
Setiap pijakan mereka adalah lompatan harapan, setiap tarikan tangan adalah pertaruhan nasib.
Foto-foto ini menangkap momen yang tak terucapkan—antara keberhasilan dan kejatuhan, antara kekuatan dan kerentanan. Ada semangat juang, kelelahan yang terbayar dengan tepuk tangan, dan tekad yang tak pernah runtuh.
Di dinding yang terjal dan terkadang ‘over’ itu, para pemanjat tebing PON XXI menuliskan cerita mereka—sebuah kisah tentang ketangguhan, kecepatan, dan keberanian yang tak bisa diukur hanya dengan waktu dan jarak.
Di dinding itu, para atlet menggantungkan mimpi membawa pulang medali; menuntaskan harapan keluarga dan kolega demi meraih kebanggaan daerah. Entah kalah, entah menang, setiap gerakan mereka bagian dari narasi PON yang akan dikenang selamanya. Sebab, setiap pendakian adalah cerita tentang keberanian, yang diukir bukan hanya oleh tangan dan kaki, tetapi juga oleh hati.
Diperbarui pada ( 22 September 2024 )