~ Serangan udara Israel ke Gaza membunuh anak-anak yang tak berdosa
Hasan al-Attar berdiri tenang di dalam kamar jenazah. Matanya pilu menatap tubuh putrinya, Lamya, dan tiga anak lainnya dari keluarga yang sama. Mengenakan rompi pemadam kebakarannya, dia membungkuk mencium putrinya untuk terakhir kali, sebelum pintu unit pendingin tempat penyimpanan jenazah sementara, ditutup.
“Doakan dia,” ujar seorang kolega sembari menepuk pundak Hasan.
Lamya dan saudara-saudaranya: Amir, Islam, dan Mohammed al-Attar, meninggal dunia ketika jet-jet Israel dengan sadis mengebom rumah mereka di Beit Lahia, Gaza, Jumat lalu, 14 Mei 2021.
Kota utara di Jalur Gaza itu, bersama Beit Hanoun dan Jabalya, menjadi sasaran pemboman udara dan penembakan artileri berat Israel. Sementara Shuja’iah di timur Gaza, ikut babak belur.
Militer Israel berdalih serangan udara ditujukan untuk menghancurkan sistem terowongan bawah tanah Gaza. Namun, serangan itu juga bentuk balas dendam terhadap Hamas yang sebelumnya menembakkan roket-roket ke Tel Aviv.
Sayangnya, kekejian Israel kini melewati batas. Mereka terang-terangan menargetkan warga sipil dan menghancurkan pemukiman. Sebuah aksi yang bisa dikategorikan sebagai tindakan genosida terhadap Palestina.
“Kami meninggalkan rumah setelah rumah di sebelah kami [tempat Lamya dan saudara-saudaranya] dihancurkan,” ujar Abedrabbo al-Attar, saudara Hasan.
Saat serangan rudal datang, ayah enam anak itu hanya bisa pasrah. Bahkan, ia berpikir mereka semua akan mati hari itu. “Tidak ada pejuang perlawanan di daerah ini, dan Israel membom segalanya, lebih dari 50 serangan tanpa henti,” ujar pria berusia 40 tahun itu.
Menghindari serangan, Abedrabbo dan Hasan segera mengevakuasi keluarga mereka dengan berjalan kaki sekitar delapan kilometer sebelum mencapai sekolah UNRWA—lembaga PBB untuk pengungsi Palestina—di seberang Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza. “Anak-anak kami tidur di lantai kosong. Kami tidak membawa apa-apa, dan kami tidak tahu apakah rumah kami masih berdiri.”
Baca Juga: Hamas Tembakkan Ratusan Roket ke Tel Aviv Setelah Kantornya Runtuh Diserang Israel
Lusinan keluarga dari kota-kota di utara Gaza ikut mengungsi. “Ini perang terburuk yang pernah saya alami selama hidup. Saya telah melihat beberapa di antaranya tapi ini benar-benar kejam,” ungkap Abedrabbo.
Selama serangan berlangsung, listrik di Gaza padam. Banyak warga memposting kejadian itu di media sosial.
“Halo dunia. Saya dan keluarga saya berada di bawah target pemboman artileri dan pesawat tempur pendudukan Israel,” cuit Diaa Wadi, penduduk Shujaiyah.
Saat rudal Israel mulai menghujam Shujaiyah, Wadi dan keluarganya duduk berpencar di setiap sudut rumah. “Masing-masing dari kami memegang tas berisi kertas-kertas dan beberapa barang. Rasa takut duduk bersama kami. Ini momen tersulit dan terberat sepanjang hidupku!”
Dua jam setelah serangan mereda, Wadi berharap masih bisa melihat pagi.
Sementara di Beit Hanoun, utara Gaza, kekejian serangan udara Israel susah digambarkan. Seluruh area pemukiman hancur, termasuk 30 rumah. “Segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan telah dihancurkan. Mobil, gerobak, ladang… semuanya,” ujar Mohammed al-Zoni, warga Beit Hanoun.
Berkat karunia Allah, kata Al-Zoni, keluarganya tidak ada yang terbunuh. Mereka melarikan diri begitu serangan dimulai. “Kami sedang duduk di rumah ketika tanpa peringatan, pengeboman dimulai. Pecahan kaca jendela menghujani kami.”
Sekarang anggota keluarganya mengungsi ke rumah kerabat di daerah lain. “Tetapi Israel perlu mengetahui satu hal, kami akan tetap di sini.”
…
Seorang juru bicara militer Israel mengatakan serangan udara ke Gaza pada Jumat naas itu dilakukan sebelum fajar. Sebanyak 160 pesawat tempur zionis lepas landas dari enam pangkalan udara. Pesawat-pesawat itu membawa sekitar 450 rudal dan menyerang 150 target hanya dalam waktu 40 menit.
Salah satu sasaran yang hancur adalah Menara Hanadi, tempat Hamas berkantor. Menara lain, al-Jalaa, yang menjadi kantor perwakilan media seperti Al Jazeera dan Associated Press tak luput dari serangan dan runtuh ke dasar.
Baca Juga: Jet Israel Serang Gaza Usai Kerusuhan Yerussalem
Data hingga 15 Mei, pengeboman Israel di Gaza sejak Senin pekan lalu telah menewaskan sedikitnya 139 warga Palestina, 40 di antaranya anak-anak, dan melukai lebih dari 920 orang.
Sementara di Israel, pejabat kesehatan negara itu mengatakan sekitar 1.050 roket telah ditembakkan dari Jalur Gaza. Akibatnya, delapan warga Israel dan satu warga India tewas, serta lebih dari 130 orang luka-luka.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji serangan itu akan berlanjut demi memulihkan ketenangan warganya di Israel. Sejak Kamis lalu, ratusan tank Israel berbaris menuju Jalur Gaza dan sekarang telah berada pada jarak satu kilometer dari pagar pembatas. Israel juga telah memanggil 16 ribu tentara cadangan dan melarang cuti militer.
…
Saat sebagian warga Gaza mulai pulih dari salah satu malam terburuk selama hidup mereka, masih ada keluarga-keluarga Gaza lainnya yang harus terus mengubur orang-orang yang mereka cintai.
Misalnya, yang menimpa Rafat Tanani di kawasan Sheikh Zayed, Beit Lahia, Gaza bagian utara. Seluruh keluarganya meninggal dunia pada serangan Rabu malam. Mulai dari istrinya Rawya, 36 tahun, yang sedang hamil, hingga anak-anak mereka: Ismail, Adham, Amir, dan Mohammed, yang semuanya berusia di bawah delapan tahun. Anak dan istri Tanani terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan rumahnya yang hancur dibombardir pesawat Israel.
Tim penyelamat membutuhkan waktu sehari untuk mengevakuasi jenazah-jenazah tersebut.
“Ini benar-benar tidak sesuai dengan cara Israel menargetkan rumah-rumah sipil dan membunuh anak-anak serta menggusur orang,” ujar Jameel, sepupu Rafat.
“Apa yang kami alami sekarang jauh lebih buruk ketimbang serangan pada 2014. Penembakan dan serangan udara Israel ke Gaza kali ini lebih gila.”
Sebuah foto yang dilansir Al Jazeera memperlihatkan putra-putra Rafat, yang diletakkan dalam satu boks unit mesin pendingin, kini berbalut kain kafan. Di sebelahnya, seorang kerabat yang tak sanggup menahan tangis, hanya bisa membelai kepala anak-anak itu; generasi muda Palestina yang kini menutup mata selamanya akibat kebiadaban zionis.