Sahur Stories: Pengalaman

Ut est rerum omnium magister usus; pengalaman adalah guru dari semua hal, kata Julius Caesar, bekas diktator Romawi.

Breedie sahur stories pengalaman

Dini hari 31 Desember 2019, Luo Yi-jun tidak bisa tidur. Menunggu mata terpejam, Wakil Direktur Pusat Pengendalian Penyakit Taiwan (Centers for Disease Control-CDC) ini jalan-jalan ke website PTT, forum internet di Taiwan.

Pada kategori “gosip” dia menemukan postingan menarik. Ada berita tentang penyakit tak dikenal yang menyebabkan pneumonia di Wuhan, Cina.

Di situ terpajang tangkapan layar berisi pemberitahuan dari otoritas kesehatan Wuhan. “Apakah ini SARS yang kedua?” sebuah pertanyaan muncul di satu poster.

Luo mengirim email kepada rekan-rekannya memberitahukan apa yang dilihatnya. Email tersebut direspon cepat.

Tak sampai sehari sejak email Luo beredar, Taiwan meluncurkan langkah-langkah pencegahan epidemi. Kebijakan dan penapisan karantina perbatasan diterapkan.

Langkah-langkah itu ternyata mampu menjadi perisai Taiwan dalam menjaga infeksi penyakit yang beberapa bulan kemudian diberi nama covid-19.

Data hingga akhir April, dengan populasi hampir 24 juta orang, “hanya” 400 orang terinfeksi dan enam kematian. Bandingkan dengan Cina, Amerika, Italia, Inggris, Iran, bahkan Indonesia.

Ternyata, postingan di PTT_disusul email Luo_menjadi alarm pertama bagi Taiwan. Andai Luo bukan orang TCDC, cerita diprediksi bakal berbeda.

Namun, PTT bukanlah forum abal-abal. Situs yang dibuat pada 1995 ini banyak memainkan peran penting bagi Taiwan bahkan sebelum pandemi.

Situs inilah yang pada 2014 memobilisasi orang-orang turun ke jalan bergabung dalam “Sunflower Student Movement”; unjuk rasa memprotes pengesahan perjanjian perdagangan dengan Cina.

Keberhasilan Taiwan melawan corona memang tidak hanya karena PTT semata. Ada faktor pendukung lain yang saling kolaborasi.

Arus informasi yang transparan dari pemerintah Taiwan dan dukungan publik untuk tindakan pencegahan. Semua saling memainkan peran penting.

Setahun sebelum corona muncul, CDC menerbitkan buku tentang kebijakan Taiwan di bidang pencegahan penyakit dan kontrol karantina selama 120 tahun terakhir.

Buku diterbitkan sebagai upaya penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya peran Taiwan dalam pencegahan epidemi baik di tingkat regional maupun global.

Buku ini mengkaji dampak peperangan dan perubahan politik terhadap perancangan kebijakan kesehatan masyarakat dalam periode-periode tertentu, sejak penjajahan Jepang hingga sekarang.

Di dalamnya disorot proses karantina perbatasan untuk menangani SARS, Ebola, MERS, dan Zika.

Berbagai prosedur dipaparkan termasuk prosedur di pelabuhan dan bandara internasional untuk memantau dan melacak wisatawan yang memiliki gejala penyakit.

Juga cara memeriksa dan memberikan sertifikasi kepada kapal atau pesawat pengangkut penumpang yang mematuhi peraturan kebersihan standar, agar dapat mengurangi risiko yang disebabkan berbagai organisme yang membawa atau menularkan patogen.

Kesiapsiagaan Taiwan menggemaskan kita bila membandingkannya dengan kondisi dalam negeri hari ini. Kita, mungkin belum mampu seperti Taiwan.

Kenapa Taiwan bisa? Karena mereka belajar dari pengalaman. Ut est rerum omnium magister usus; pengalaman adalah guru dari semua hal, kata bekas diktator Romawi, Julius Caesar.

Lebih dari satu dekade lalu, Taiwan pernah jeri dihantam SARS. Tak mau kecolongan lagi, mereka menjadikan SARS sebagai guru terbaik.

Kita, mungkin enggan belajar karena telah lama menganggap diri pintar. Makanya, kita lebih sudi bersantai dan senang bermain-main.

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *