Bagaimana adat orang Aceh dalam menjaga kesehatan gigi? Moehammad Hoesin dalam Adat Aceh (1970) menceritakan sejak zaman keurajeun (kerajaan), orang Aceh telah mengenal kebiasaan bersikat gigi.
Jauh sebelum ciptadent maupun pepsodent diproduksi, endatu moyang kita sudah terbiasa menjaga kesehatan gigi mereka dengan menyikatnya.
Apa boleh bikin, karena sikat gigi buatan toko belum ada, mereka pun membikinnya sendiri. Sikat gigi dibuat menggunakan bahan-bahan yang tersedia di alam. Misalnya, junggreueh u alias tangkai bunga atau tandan tempat bergantung buah kelapa.
Ada pula yang dibikin dari dahan pohon bidara atau bak sijaloh. Namun, Kamus Umum Indonesia-Aceh karangan M. Hasan Basry mengartikan pohon bidara (Ziziphus mauritiana) sebagai pohon bada. Sedangkan bak sijaloh adalah pohon sepetir (Ormosia bancana).
Selain daripada itu, tidak diketahui benar dahan kayu apalagi yang dibuat menjadi sikat gigi. Tapi, dahan-dahan kayu yang biasa berulat seperti delima Mekkah tidak dipakai karena dikhawatirkan bakal merusak gigi.
Bersugi biasanya dilakukan sesudah makan, sebelum masuk tidur, di kala bangun tidur, dan di waktu akan mengambil air sembahyang. Ketika masa berpuasa tiba, kegiatan bersugi ditinggalkan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
Pada umumnya orang Aceh suka makan daun sirih. Kebiasaan ini dipercaya membuat gigi kuat.
Sirih dan bahan-bahan lainnya diletakkan dalam cerana tembaga atau perak. Barang ini menjadi prestise sendiri. Bahkan dibeli orang sampai ke Mekkah dengan cara dititipkan pada yang pergi haji.
Bila para lelaki keluar rumah, daun sirih dibawanya dengan cara dibungkus dalam sapu tangan besar atau disebut juga bungkoh bohru.
Orang tua yang tiada bergigi lagi memakan sirih yang ditumbuk dalam leusong (cubek) atau lesung. Lesung pembesar negeri terbuat dari perak, dipalut emas. Yang punya rakyat biasanya dari besi saja.
Sewaktu-waktu, gigi digosok pula dengan daun tembakau kering. Di zaman Belanda, daun tembakau kering ini didatangkan orang dari luar negeri. Dinamakan bakong on atau daun tembakau.
Sebagian perempuan ikut menyugi tembakau sebagai bahan tambahan makan sirih. Namanya bakong sugoe.
Selain tembakau, para ladies Aceh zaman dulu sesekali menggosok gigi dan gusi dengan “baja”, sejenis arang yang dibikin dari tempurung kelapa. Maka, ada istilah baja keu gigoe atau baja untuk gigi.
Baja dipercaya dapat menjadi obat penguat gigi. Perempuan yang selalu memakai baja, jarang sakit gigi. Giginya lama luruh. Ada juga yang mencampuri baja dengan sedikit geutah bak lawah (atau nawah) atau getah pohon jarak.
Inilah adat orang Aceh dalam menjaga kesehatan giginya. Kebiasaan-kebiasaan itu sebagian masih berlanjut sampai sekarang.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )