Pada suatu hari sebelum pandemi, dalam perjalanan pulang dengan Honda Supra Fit, motor yang sejak lahir hingga fananya tetap fit, saya distop oleh Miwa yang baru saja pulang berbelanja kebutuhan dapur.
Ia minta tumpangan, setelah lelah berjalan kaki sejauh satu kilometer dari pasar terdekat. Jadilah saya ngojek dadakan.
Dengan senang hati saya antar beliau ke rumahnya sejauh dua kilometer lagi. Kondisi jalan rusak, naik turun bukit pula. Tapi Supra Fit ini, yang kami sekeluarga memberinya nama: Black, melibasnya dengan renyah. Tanpa ngeluh sama sekali.
Hanya saja, jelang masuk persimpangan turunan rumah Miwa, rem cakram si Black tiba-tiba malfungsi. Agak kaget sih, kok bisa rem blong mendadak di tengah jalan tatkala emak-emak butuh bantuan dengan keranjang penuh muatan. Apalagi kontur jalur di tengah perkampungan di antara perbukitan Bener Meriah ini tergolong semi ekstrem. Ada kalanya kita membutuhkan rem cakram ketimbang rem tromol jadul agar lebih mudah mengontrol motor supaya tidak “loncat indah” ke jurang.
Tapi, karena ini bukan cerita sinetron, yang sabar selalu menderita di awal, jangan harap ada adegan kecelakaan masuk ngarai. Dengan sedikit hati-hati, si Black berhasil mengantar kami tiba dengan selamat ke rumah Miwa.
Peristiwa kodisi rem blong tidak saya ceritakan pada Miwa, demi menjaga suasana hati orang tua. Takutnya saat ia melamun nanti berpikir nasib tak baik apa yang bakal membawa derita kepada cucunya, anak saya.
Seolah tidak terjadi apa-apa, saya pun bergegas menurunkan keranjang belanjaan yang tersangkut di sisi depan si Black.
Saat saya pamit pulang, tak disangka, Miwa menyelipkan selembar uang ke saku baju. Belum sempat mengucapkan kata-kata klise “tidak usah repot-repot”, Miwa dengan cepat berujar, “Jangan nolak, ini untuk jajan cucuku di rumahmu. Miwa banyak-banyak terima kasih, ya Nak. Berizin boh.”
Saya pun ngegas pamit, brem…brem…brem! membawa si Black dengan rem blong kembali ke rumah. Dan, sesampainya di depan rumahku. Ku hanya berdiri terpaku. Membuang lamunan. Ku ayunkan kaki. Masih adakah….
Lho.. lho.. Kok belok ke lagu Maaf-nya Saleem, Bree!? Sudah ngelantur, susunan lirik salah pula.
Oya, kembali lagi ke masalah rem cakram si Black yang blong tiba-tiba di luar skenario. Ini bukan ulah tokoh antagonis yang menyayat selam rem dengan mesin babat. Sama sekali bukan.
Nyatanya, yang terjadi adalah selang minyak rem yang nyambung ke kaliper memang benar-benar bolong. Akibatnya, sang kaliper tak mampu menjepit cakram. Bahkan minyaknya memancit ke roda.
Jadi, kok bisa selam rem bisa bocor dengan tiba-tiba. Ternyata, setelah saya teliti ulang dengan melihat rekaman dari Google Earth (ntah iya tu), sewaktu memboncengkan Miwa, keranjang sembakonya yang berat itu disangkut di cantolan sisi kanan depan si Black. Karena ukurannya yang jumbo, kantong sembako sukses menjepit selang rem hingga mepet ke roda depan.
Akibatnya, secara perlahan selang rem “termakan” pinggiran ban, hingga bolong menganga. Minyak rem pun nyiprat ke mana-mana. Insiden inilah yang sejak lama telah diberikan judul oleh tukang bengkel sebagai ‘Blongnya Rem Cakram di Siang Bolong’.
Ini cerita apes saya bersama si Black. Entah apa dosaku. Niat nyari pahala malah kena bala. Apakah kalian mau dengar kisah saya selanjutnya tentang si Black. Tunggu part dua, ya Bree.
Diperbarui pada ( 9 Agustus 2023 )
One thought on “Blongnya Rem Cakram Honda Supra Fit di Siang Bolong”