~ Para pemimpin Asean vs Junta Myanmar
Dedengkot penguasa Burma yang mengambil kekuasaan secara curang lewat kudeta, Min Aung Hlaing, dikabarkan akan datang ke konferensi tingkat tinggi Asean yang bakal digelar di Jakarta pada 24 April 2021.
Kabar ini disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Tanee Sangrat, pada Sabtu, 17 April. Kata Tanee, beberapa dari total 10 pemimpin negara Asean akan hadir dalam pertemuan khusus membahas situasi di Myanmar pascakudeta yang kian memburuk.
“Beberapa pemimpin telah mengonfirmasi kehadiran mereka termasuk MAH [Min Aung Hlaing] Myanmar.” Dia menolak menyebutkan nama para pemimpin Asean lain yang akan hadir dan teknis pertemuan, apakah tatap muka, online, atau gabungan keduanya.
Pertemuan pemimpin Asean akan menjadi perjalanan pertama bos junta Myanmar. Sang jenderal tua sejauh ini sepertinya belum bisa ke mana-mana karena mesti memantau cecunguk-cecunguknya menumpahkan darah kelompok penentang kudeta.
Para anak buah Hlaing kini makin bersemangat membunuh warganya. Terbaru, di Twitter beredar footage yang memperlihatkan beberapa korban tewas—diduga akibat tindakan represif militer—diangkut dengan gerobak oleh beberapa tentara. Total yang tewas sejauh ini, kata kelompok prodemokrasi, mencapai 728 orang.
Sebulan terakhir, para sekondan di Asean udah capek merayu Min Aung Hlaing agar bersedia berdiskusi dengan pemerintahan sah yang mereka gulingkan, yakni barisan Aung San Suu Kyi cs. Tetapi junta militer selalu mengelak.
Baca Juga: Kisah Para Polisi Myanmar yang Menolak Perintah Tembak Mati Demonstran
Sementara itu Jumat pekan lalu, para politisi prodemokrasi termasuk anggota parlemen yang digulingkan membentuk National Unity Government atau NUG. Di dalam Pemerintah Persatuan Nasional ini bergabung para pemimpin protes antikudeta dan beberapa etnis minoritas, kecuali Rohingya.
NUG telah menyerukan dunia internasional agar mengakui mereka sebagai otoritas sah Myanmar. Selain itu, NUG meminta undangan ke pertemuan di Jakarta menggantikan Min Aung Hlaing. “Tetangga-tetangga Myanmar itu harus berunding dengan NUG jika mereka ingin membantu menyelesaikan kekacauan yang dipicu kudeta militer 1 Februari,” ujar seorang perwakilan NUG, Minggu, 18 April 2021.
Moe Zaw Oo, wakil menteri luar negeri di NUG mengatakan Asean seharusnya tidak mengakui junta Myanmar. “Jika Asean sedang mempertimbangkan tindakan terkait Myanmar, itu tidak akan berhasil kecuali bernegosiasi dengan NUG, yang didukung rakyat dan memiliki legitimasi penuh,” ujarnya.
“Sangat penting bahwa dewan junta tidak diakui,” ujar Moe Zaw Oo lagi seraya menambahkan kalau NUG belum diundang ke Jakarta.
Kabar rencana kedatangan Hlaing ke Jakarta membuat para aktivis Myanmar kecewa. Mereka telah lama meminta para kepala negara lain tidak mengakui junta karena pemerintahannya ilegal.
Kekecewaan itu sepertinya harus ditanggapi para pemimpin Asean. Jika Min Aung Hlaing menampakkan tanda-tanda tidak mau berbicara dengan NUG, di forum nanti para pemimpin Asean harus sanggup dan mau mengajaknya berbicara.
Walaupun itu sebuah pertemuan bersahabat, setidaknya para kepala negara Asean harus menyindir-nyindir Min Aung Hlaing agar telinganya gatal. Sampaikan bahwa yang dilakukannya selama ini adalah salah dan bakal berimbas ke negara-negara lain di sekitar.
Baca Juga: Mengapa Junta Militer Myanmar belum Berhenti Meneror Rakyatnya?
Para pemimpin Asean juga harus berani terbuka mengungkapkan pendapat kalau sudah waktunya Min Aung Hlaing mengakhiri semua kegilaan yang dilakukannya. Sudah waktunya militer Myanmar menyimpan peluru mereka daripada menumpahkan darah warganya sendiri. Sudah waktunya junta menyadari tindakan mereka adalah kebodohan memalukan yang tak akan menuai simpati.
Bila Min Aung Hlaing masih bergeming, sampaikan pula sanksi-sanksi sebagai bentuk gertakan. Seperti mengucilkan junta dan memboikot setiap kerjasama; selemah-lemahnya gertakan.
Segera setelah pertemuan itu, negara-negara Asean juga harus membawa kejahatan Min Aung Hlaing beserta bawahannya ke tingkat global dan mendesak PBB “mengadili” setiap kejahatan yang mereka lakukan.
Memang itu tak mudah dilakukan. Dan mungkin sebagian negara Asean akan bersikap hati-hati karena di balik reputasi junta ada dua negara kuat yang membayangi: Rusia dan China. Bisa jadi sebagiannya justru akan mingkem saja daripada ambil risiko.
Belum lagi, bila Min Aung Hlaing dicecar soal kekacauan Myamar, pasti akan dijawab kalau itu dilakukan karena ada kecurangan dalam Pemilu. Wajar saja, orang yang dituduh bersalah, tentu akan membela diri. Terlebih lagi bagi militer Myanmar yang sejak dulu merasa negara itu milik mereka.
Jika begitu, sanggupkah para pemimpin Asean “menggoyang” bos junta militer Myanmar tersebut. Atau jangan-jangan, konferensi tinggi itu cuma ajang legitimasi posisi junta militer Myanmar di Asean?