Panik Diet Karena Ini dan Itu

Saya sendiri tak begitu suka diet yang memaksakan. Misalnya, harus lari 10 kilometer setiap hari. Ini kan menyiksa kali. Apa yang buat tips nggak mikir kalau anak orang mati bagaimana?

Ilustrasi Cara Ampuh Diet

~ Mari kita berdiet

Perkenalkan, saya Wetty. Karib, kolega, mantan, teman sekolah memanggil saya begitu. Lain hari saya juga dipanggil Fatma, Fajri. Untung belum ada yang manggil saya Budi.

Usia saya 17 tahun 1+1=2 +7= 27 tahun. Sudah berkeluarga. Jadi, saya ini mamak-mamak sekaligus ibu bangsa. Bukan bangsa sosialita yaa gaess. Karena kalau pakai sepatu cengklot alias hills ala sosialita, suka tepelekok sampai kaki bengkok-bengkok gegara pengen kelihatan monohok.

Tolong yang sebelah sana jangan protes. Cukup itu saja perkenalan singkat saya karena di sini saya cuma ingin bercerita soal diet.

Tempo hari, saya pernah kirim artikel ke Breedie soal diet. Eh, rupanya editor Breedie menolaknya dengan alasan tak layak tayang. Terlalu vulgar, takut dibaca anak-anak.

Editor Breedie itu berkilah, pembaca situs ini ada juga anak es em pe. Jadinya, tulisan saya tak lulus sensor.

Baiklah…

Jadi, wahai Pak Editor, kali ini saya mau tulis lagi soal diet itu. Tapi ente tenang, cerita ini layak dibaca oleh SU alias Semua Umur dan bukan D alias Dewasa.

Artikel ini boleh dibaca pria tapi saya cuma menjurus kepada wanita. Biar para pria nggak banyak yang berubah jadi wanita, karena ini zaman generasi milineal Jeung.

Sejak punya anak kedua saya kepincut diet. Penyebabnya gara-gara seorang teman saya tiba-tiba tubuhnya mendadak bengkak. Dari 50 kilogram, bb alias berat badannya naik jadi 55.

Itu kan cuma lima kilogram kan naiknya tapi teman saya itu panik luar biasa. Tidur tak nyenyak makan tak enak.

Ia gundah berhari-hari, hingga suatu hari kegelisahannya itu menular. Kepada siapa lagi kalau bukan ke saya, pendengar budiman terkait masalah berat badan.

Lalu kami pun membahasnya berjam-jam, mencari tahu kenapa ia autogendut demikian. Tak hanya di rumah, bahkan ketika merelaksasikan diri ke pantai, pembahasan itu pun lagi-lagi muncul seketika tanpa diundang.

Ketika senja mulai pamer diri di langit Ujong Batee, satu kata mencuat. DIET.

“Aku ingin diet Fatma, tapi bagaimana caranya? huhuhu,” ujarnya sambil menanduk-nanduk tepi meja lalu kemudian mengaduh kesakitan.

Diet? Bagaimana caranya? “Oh, kurangi porsi makan, banyak minum air putih.” Saya jawab sepantasnya saja supaya kawan itu diam.

Namun, dalam hati saya ikut-ikutan panik. Jangan-jangan, saya harus diet. Saya cek ke beberapa lekuk badan, kayaknya bodi awak masih oke. Belum ada lemak-lemak baru. Tapi ya itu tadi, kepanikan kawan saya menjalar. Aneh, ada sugesti yang menyuruh saya diet.

Padahal, dari dulu saya anteng-anteng saja melihat orang diet. Tak terpengaruh sikit pun. Waktu itu, bodi masih gadis, ya kan. Berat badan normal. Jingkrak sana sini oke. Makan apa saja ayok. Sama sekali tak takut gemuk. Kalau pun nambah sekilo biasanya turun dua kilo tanpa diet.

Ketika berkeluarga, porsi badan tak terlalu jauh berbeda. Nambah-nambah sedikit ya wajarlah. Tapi itu tadi, saya tak berpikiran untuk diet.

Dua pekan setelah teman saya panik diet, ia mengabarkan bahwa sudah mulai mengonsumsi kopi hijau. Kopi ini ia beli dari sebuah cafe di kawasan Lueng Bata. Katanya minuman tersebut bagus untuk diet. Saya cuma menjawab dengan emot jempol walaupun dalam hati bertanya, kok ada kopi yang mampu menurunkan bb?

Namun, tak lama setelah itu …

Di depan cermin saya mematut-matut diri. Ada sebongkah perasaan cemas hinggap. Saya mulai menelusuri badan, atas bawah, kiri kanan, dan depan belakang. Mendadak dari cermin ada suara. “Hey Fatma, kau harus diet, kawan. Lemak tak jenuhmu itu makin banyak.”

Alamak!

Apa iya begitu? Ketika suara cermin yang jelas-jelas rekaan karena itu isi hati sendiri, menghilang, saya mendadak mengambil kesimpulan, harus diet. Tapi bagaimana caranya? Pertanyaan kawan tempo hari itu terulang kepada saya.

Maka, saya mulai mencari jawaban sendiri. Saya sebut tahapan ini sebagai pradiet.

Saya browsing cara-cara diet, tak lupa tengok-tengok tips di Instagram, Youtube, Facebook, dll. Hasilnya di luar dugaan. Riset singkat itu memperlihatkan begitu banyak metode dan obat yang mesti ditempuh pediet jika ingin sukses.

Jogging sehat di Blang Padang
Jogging salah satu cara untuk menurunkan berat badan. (Ilustrasi Breedie + Freepik)

Nggak percaya? Coba saja ketik kata ‘diet’ di mesin pencari Google dan lihatlah apa yang terjadi. Ada jenis-jenis makanan yang disarankan dikunyah bagi pediet.

Ada cara instan menurunkan berat badan cuma dalam sepekan. Lalu, terapi saat pagi untuk menurunkan berat badan hingga yang ekstrem yakni cara diet ala militer.

Mulanya, mata saya berbinar-binar ketika melihat itu semua. Tak perlu konsultasi ke ahli gizi, semua sudah tersedia. Lengkap, deh.

Namun, karena begitu banyak informasi berseliweran saya bingung harus memakai metode mana. Apalagi, jika ditelisik secara detil satu demi satu, ada tips yang bentrok satu sama lain.

Tips ini membolehkan makanan tertentu, sedangkan tips satu lagi “mengharamkannya”. Siapa yang layak dipercaya? Padahal, rata-rata mengangkat pendapat ahli.

Saya sendiri tak begitu suka diet yang memaksakan. Misalnya, harus lari 10 kilometer setiap hari. Ini kan menyiksa kali. Apa yang buat tips nggak mikir kalau anak orang mati bagaimana?

Jarang ada manusia yang sanggup berlari dengan porsi jarak seperti itu. Apalagi emak-emak bangsa macam saya ini, satu kilometer saja semaput.

Karena itu saya memilih diet yang aman dan murah meriah saja. Soalnya kan saya cuma mau turun lima kilogram. Sayang kalau diturunkan semuanya, bisa ribut dunia perdietan.

Caranya, saya akan kurangi porsi makan, konsumsi obat herbal, lalu fitnes seminggu dua kali. Saya mulai merancang skedul diet. Kayaknya oke nih. Di skedul itu saya pajang beberapa quote seperti, “gendut no way, lemak is gone!” sekadar bentuk motivasi.

Target saya, diet dimulai bulan depan saja. Saya tak mau terburu-buru. Karena, sesuatu yang dilakukan secara tergesa-gesa tidak baik, kan? Jadi besok, saya mau puas-puasin makan dulu. Hingga tibanya hari H barulah saya diet. Boleh kan?

………..

Editor Breedie: Ini tulisannya tentang apa?

Saya : Tentang diet, Pak.

Editor: Kok nggak ada tipsnya?

Saya: Yang mau nulis soal tips siapa? Ini saya nulisnya sambil ngemil chitatos. Maaf, khilaf, Pak.

Editor: Lanjutkanlah, mi bokom juga enak.

………..

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *