~ Tiada lari seindah lari pagi
He, lari pagi (lari pagi), tua muda semua
Lari pagi (lari pagi), dan sangat di gemari
Lari pagi (lari pagi), memang baik sekali
Lari pagi (lari pagi), untuk bina jasmani
Satu, dua kiri kanan
Senam pagi menyegarkan
Hayo lari, lari lagi
Lari pagi, menyehatkan
Pernah membaca sepenggal lirik lagu di atas? Atau, kemungkinan, pernah menyanyikannya? Iya, itu adalah lirik dari lagu Bang Haji Rhoma Irama yang berjudul Lari Pagi. Ya, kalau kita-kita sekarang ini lebih sering menyebutnya jogging. Dikarenakan aktivitasnya di pagi hari, maka disebut jogging pagi. Kalau yang ditemukan di gigi pada waktu pagi hari, itu apa? Itu adalah jiggong pagi.
Baiklah. Kita lanjut. Dengan alasan ingin menyenangkan hati Bang Haji, ingin sehat dan bugar serta terhindar dari kegemukan, saya ikutilah ajakannya selama beberapa tahun belakangan ini. Ternyata, yang dikatakan Bang Haji Rhoma Irama sangat benar. Tak dapat saya bantah, manfaat lari pagi sangat luar biasa untuk saya. Intinya, setelah rutin melakukan lari pagi, badan terasa lebih sehat dan bugar serta beratnya stabil. Jika tidak percaya, coba saja sendiri. Mulai besok cobalah lari pagi, rasakan perbedaannya.
Jujur, harus saya akui, terkadang untuk melakukan lari pagi itu sulit. Ada saja alasan-alasan yang membuat kita jadi malas gerak. Ya, dingin kalilah, mendung kalilah, tunggu ayam pedicure dululah, tunggu panen padi dululah. Yang lebih melankolisnya, ada seorang teman yang gagal terus lari paginya. Ketika saya tanyakan alasannya, “Lha? Kenapa enggak jadi-jadi lari paginya? Kan, udah bangun pagi dan udah dipake stelan olahraganya?”
“Aku maluuu…aku malu dilihat orang-orang,” jawabnya sendu.
Bisa dilihat, kan? Pokoknya, banyak sekali yang bisa dijadikan alasan.
Terus, untuk mengatasinya bagaimana? Caranya, menurut saya, kita harus punya alasan tandingan yang lebih kuat untuk mengalahkan alasan-alasan di atas. Alasan tandingan yang bisa membuat kita semangat untuk melakukan lari pagi. Di bawah ini salah satu contohnya. Sebut saja nama aktornya Jekri.
Ticuiit…ticuiiit….ticuiit…ticuiiit. (Bunyi alarm)
“Hah, udah subuh. Hmm, habis shalat subuh, harus lari pagi, nih. Tapi, di luar dingin kali. Enggak-enggak. Aku harus lari pagi. Aku harus menurunkan tingkat kecembungan galon air yang selalu aku bawa ini,” Jekri membatin sambil menepuk-nepuk perut yang kondisi cembungnya sudah stadium empat.
Tanpa perlu perintah komandan, si Jekri langsung bergerak cepat mematikan alarm, bangun dari tempat tidur, wudhu, salat subuh, pakai seragam olahraga dan lari pagi sejauh 45 kilometer. Juara dunia maraton pun dibuat bingung. Bahkan, ia disalip oleh Si Jekri di tikungan terakhir. Si Jekri pun juara.
Nah, coba diperhatikan kisah si Jekri. Ada alasan tandingan yang lebih kuat untuk mengalahkan alasan dinginnya pagi. Ya, Si Jekri ingin perut buncitnya rata. Dan akhirnya, alasan tandingan tersebut membuat ia semangat lari pagi.
Jadi, apalagi yang ditunggu, tua muda semua dan sahabat-sahabat jombloku yang masyhur? Cari alasan tandinganmu. Mari sama-sama kita lari pagi.
Eh, ngomong-ngomong, nih. Jika dilihat-lihat, alasan Si Jekri lumayan ada kemiripan, sih, dengan alasan saya melakukan lari pagi. Seperti yang saya katakan di awal tulisan, alasan pertamanya saya hanya ingin menyenangkan hati Bang Haji Rhoma Irama, sehat, bugar dan menghindari kegemukan. Tapi, menariknya, tak disangka dan tak diduga, setelah beberapa pekan melakukan lari pagi, saya menemukan lagi dua alasan lain yang membuat saya super semangat untuk lari pagi. Tidak perlu panjang lebar, langsung saja saya persembahkan dua alasan tersebut.
Alasan pertama, saya ingin menikmati kicau burung di pagi hari. Entah kenapa, kicauan burung di pagi hari membuat hati saya damai. Mungkin karena suasana keheningan pagi, ya. Dan yang lebih indahnya lagi, sudah hati damai, eh, di langit, saya bisa melihat cahaya-cahaya pertama sebelum matahari terbit. Tahu tidak cahaya-cahayanya bagaimana? Makanya lari pagi, mbloo…
Oh iya, hampir lupa, di jalur lari pagi saya, ada satu pohon jemblang dengan tinggi sekitar tujuh meter. Ini tempat favorit saya. Burung yang bertengger di situ, suaranya merdu. Hati bisa kemana-mana dibawanya. Sedihnya, ia tidak selalu ada setiap pagi. Mau bagaimana lagi, namanya saja makhluk bebas lepas, suka-suka dia mau kemana, tidak seperti yang di sangkar-sangkar itu. Ah, saya jadi ingat Henry David Thoreau. Di bukunya “Walden” (1854), dia menulis “The Harivansa says, “An abode without birds is like a meat without seasoning.” Such was not my abode, for I found myself suddenly neighbor to the birds; not by having imprisoned one, but having caged myself near them.”
Alasan yang kedua, saya ingin menikmati keluarnya kentut ketika melakukan lari pagi. Sudah lama dipercaya bahwa keluar kentut adalah sebuah peristiwa yang menyehatkan. Gas-gas yang menumpuk dan tidak bagus akan dikeluarkan dari perut. Memang, kentut tidak mengenal waktu untuk bersuara atau berdesis. Bisa kapan saja. Tapi, bagi saya, keluar kentut ketika melakukan lari pagi jauh lebih nikmat daripada kentut biasa. Hati damai, perut pun plong.
Saking seringnya keluar kentut ketika lari pagi, saya jadi sampai hafal tipe-tipe kentutnya. Biasanya, ada tiga tipe kentut:
1. Tipe tegas. Seperti namanya, suaranya besar, padat, yakin, sekali kokang dan satu dentuman. BROUAAHHH!!!
2. Tipe merambat. Suaranya besar lalu mengecil pada bagian sisa-sisa kentut, panjang, putus-putus, dan terkadang ujungnya agak basah. PREETTT!!!…PReettt!!!…priett…prit.
3. Tipe mendesis. Suaranya antara ada dan tiada, lumayan panjang, seperti desisan ular, dan terkadang bikin perih di mata. Shhhh…shhh…shhh…!
Selain itu, saya juga tidak lupa melihat ke depan, kiri, kanan dan belakang di saat-saat kritis kentut mau keluar. Jaga-jaga mana tahu ada orang. Seandainya ada orang bisa bahaya, kan? Sudah suaranya besar seperti kentut tipe pertama, baunya permanen pula. Takutnya, malah dikomentarin kayak presenter-presenter acara kuliner di TV.
“Ummhhh bau kentutnya…langsung terasa bau rempah-rempahnya. Samar-samar ada bau bawang goreng juga. Tapi, yang paling terasa bau ketumbarnya ini. Iya, benar…cita rasa ketumbarnya dominan sekali di sini. Bau kentut yang lazis. Maknyusss.”
Mudah-mudahan saya tidak lengah melihat ke depan, kiri, kanan dan belakang. Lengah sedikit, bisa memalukan.
Akhir kata, walaupun keluarnya kentut saya tidak ada merdu-merdunya, saya tetap menyukainya, sama seperti saya menyukai kicauan burung di pagi hari. Ingin menikmati keduanya adalah alasan yang membuat saya tetap semangat lari pagi. Hari gini, kok, olahraganya lari dari kenyataan? Banguun! Wooyyy! Banguun!
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )