BNOW ~ Rezim militer Myanmar menahan seorang jurnalis lokal yang melaporkan protes anti-kudeta. Jurnalis Myanmar bernama Min Nyo dipenjara selama tiga tahun dengan tuduhan penghasutan.
Min Nyo yang bekerja untuk media Suara Demokratik Burma atau DVB—Democratic Voice of Burma—di wilayah Bago Myanmar, ditangkap pada 3 Maret. Pengadilan militer menyatakan Min Nyo bersalah dalam salah satu vonis pertama terhadap pekerja media sejak kudeta militer 1 Februari.
Menurut DVB, sejak ditangkap Min Nyo dipukuli polisi dan keluarganya tidak diperbolehkan menjenguk. DVB kini menuntut rezim militer Myanmar segera membebaskan Min Nyo dan jurnalis lain yang dipenjara atau dihukum atas tuduhan serupa.
Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, Tom Andrews, mengecam hukuman terhadap Min Nyo. “Dunia tidak dapat terus duduk diam sementara mesin penindas junta memenjarakan kebenaran dan mereka yang mempertaruhkan segalanya untuk mengungkapkannya.”
Seiring penahanan Min Nyo, rezim militer mengumumkan bakal membebaskan seorang reporter Jepang, Yuki Kitazumi, yang ditangkap atas tuduhan yang sama.
Kitazumi, yang menjalankan perusahaan media di Yangon, ditangkap pada 19 April untuk kedua kalinya sejak kudeta. Dia wartawan asing pertama yang didakwa.
Melalui buletin berita malamnya, televisi MRTV yang dikelola rezim mengatakan Kitazumi dibebaskan sebagai pengakuan atas hubungan dekat Myanmar dengan Jepang.
Negeri Sakura merupakan investor besar dan sumber bantuan teknis bagi pemerintah semi-sipil Myanmar selama 10 tahun demokrasi setelah berakhirnya era terakhir pemerintahan militer pada 2011.
Baca Juga: Mantan Ratu Kecantikan Myanmar Angkat Senjata Melawan Rezim Junta
Menurut kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik atau AAPP, rezim junta Myanmar menangkap hampir 4.900 orang sejak kudeta. Banyak jurnalis termasuk di antara yang ditangkap.
Rezim militer juga menutup beberapa media, termasuk DVB. Tiga dari jurnalis DVB ditahan di Thailand utara pekan ini karena masuk secara ilegal setelah melarikan diri dari Myanmar. Kelompok hak asasi manusia telah memohon Thailand tidak mendeportasi para jurnalis itu.
Wakil Direktur Regional Amnesty International, Emerlynne Gil mengatakan para jenderal Myanmar mengkriminalisasi jurnalis. “Jurnalis mempertaruhkan nyawa dan kebebasan untuk menjelaskan pelanggaran militer. Otoritas militer yang kejam, bertekad menghancurkan perbedaan pendapat dengan membungkam jurnalis yang berusaha mengungkap kejahatan mereka.”
Perlawanan terhadap militer Myanmar meningkat beberapa pekan terakhir. Permusuhan berkobar antara militer dan beberapa tentara etnis minoritas. Data AAPP, sejauh ini 785 orang telah terbunuh oleh pasukan keamanan.
MRTV mengumumkan Kamis lalu darurat militer diberlakukan akibat kerusuhan di daerah Mindut, negara bagian Chin, barat laut Myanmar. Kelompok perlawanan di Chin mengatakan pertempuran sengit terjadi antara warga sipil bersenjata dengan pasukan militer junta.
Sementara itu, protes terus berlanjut di seluruh negeri pada Jumat pekan lalu. Pengunjuk rasa dengan sepeda motor turun ke jalan di Mogaung di negara bagian Kachin. Pada Kamis malam di Mingaladon, utara Yangon, kota dan pusat ekonomi terbesar Myanmar, para siswa membawa lilin dalam sebuah demontrasi damai. Sedangkan di Mandalay, puluhan pengunjuk rasa berbaris meskipun ada ancaman tindakan keras militer.