BNOW ~ Guatemala dan Honduras akan mengerahkan ribuan tentara untuk halau rombongan imigran baru dari negara-negara di Amerika tengah yang bergerak menuju Amerika Serikat.
Seorang pejabat militer mengatakan keputusasaan kini sedang meningkat di tengah rombongan imigran. Beberapa kelompok menunjukkan tanda-tanda akan berangkat akhir bulan ini.
Dilansir Reuters, juru bicara militer Guatemala Ruben Tellez pada Jumat pekan lalu mengatakan sekitar 4.000 tentara akan dikerahkan untuk menghentikan para migran yang masuk secara massal.
“Kami akan memperkuat perbatasan,” ujar Tellez. Guatemala memiliki pintu penyeberangan darat dengan Honduras, El Salvador, Belize, dan Meksiko. Angkatan udara Guatemala juga akan ikut ambil bagian.
Otoritas imigrasi Guatemala hanya akan mengizinkan orang Honduras yang membawa paspor valid dan bukti tes negatif virus corona.
Di Honduras, Jenderal Tito Livio Moreno, perwira militer senior negara tersebut, mengatakan tentara akan dikerahkan awal pekan ini untuk aksi yang sama.
Di masa lalu, upaya memakai tentara untuk halau imigran terbukti berhasil. Namun, penghentian itu memancing kelompok-kelompok pembela hak asasi menyuarakan keprihatinannya.
Aksi penghentian imigran dinilai tak masuk akal karena mengekang kebebasan bergerak bagi orang-orang yang putus asa. Mereka umumnya ingin melarikan diri dari kekerasan dan kemiskinan yang merajalela di negara asalnya.
Honduras misalnya, bersama Guatemala dan El Salvador, merupakan negara-negara yang sarat kekerasan geng, kemiskinan, dan kekurangan gizi. Banyak penduduk di ketiga negara tersebut pergi ke Amerika Serikat demi mencari penghidupan yang lebih layak.
Dampak Bencana dan Pandemi
Dua badai dahsyat akhir tahun lalu, Eta dan Iota, yang menghantam Amerika tengah bersama kejatuhan ekonomi yang parah akibat pandemi corona, menjadi faktor pendorong jutaan orang di wilayah itu bermigrasi ke Amerika Serikat melalui Meksiko.
Di kota perbatasan Meksiko, Tapachula, yang terletak tepat di utara Guatemala, kelompok imigran yang frustasi memohon kepada para pejabat agar memberikan visa kemanusiaan supaya mereka bisa menyeberang ke Amerika Serikat.
“Kami hanya ingin mereka memberi kami jawaban,” teriak seorang migran yang putus asa, Suset Palmares dari Kuba.
Sementara tentara Meksiko yang mengenakan perlengkapan anti huru-hara berdiri di dekatnya ketika pejabat imigrasi melalui pengeras suara memerintahkan para migran membubarkan diri.
Karavan Melindungi dari Kejahatan
Di forum online, kebanyakan orang Honduras berencana menyeberang ke Amerika Serikat akhir pekan depan dengan rombongan atau karavan.
Beberapa tahun terakhir, banyak imigran memilih pergi bersama dengan karavan karena memberikan mereka perlindungan dari penjahat.
Bepergian sendirian seringkali lebih cepat tapi risikonya sangat besar karena menjadi sasaran empuk penjahat di sepanjang rute migrasi.
Menurut The New Humanitarian, rombongan karavan dibentuk pada akhir 2010-an sebagai strategi bagi imigran untuk selamat dari perjalanan berbahaya melalui Meksiko.
Jumlah anggota rombongan yang banyak menjadi kekuatan para migran untuk melawan penculikan atau pembantaian oleh kelompok kriminal bersenjata Meksiko.
Namun, berada dalam karavan juga tidak mudah saat melewati perbatasan. Dua tahun terakhir, karavan dengan bus maupun berjalan kaki kerap dihentikan polisi di perbatasan Guatemala-Honduras dan Guatemala-Meksiko.
“Para pejabat Honduras tidak ingin karavan itu sampai ke perbatasan [Guatemala]. Mereka mendirikan pos pemeriksaan polisi dan militer di sepanjang rute untuk menghentikan imigran,” ujar aktivis migran Bartolo Fuentes.
Jika ada imigran yang berhasil tembus hingga Mesiko, bisa dipastikan upaya mereka memasuki Amerika Serikat juga tak gampang.
Tahun lalu, Meksiko menugaskan polisi pengawal nasional yang bergaya militer untuk mengatur migrasi tak berdokumen di pintu perbatasan utara dan selatan. Pengaturan itu dilakukan di bawah tekanan kuat Presiden Donald Trump.
Puluhan ribu imigran Amerika tengah pun terdampar di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko. Penyebab utama karena klaim suaka dihentikan akibat pandemi covid-19 dan kebijakan anti-migrasi dari Trump.
Presiden baru Amerika Serikat, Joe Biden, berjanji menjalankan kebijakan migrasi yang “manusiawi”. Biden juga menjanjikan rencana dana 4 miliar USD untuk mengatasi faktor-faktor mendasar yang mendorong migrasi dari Amerika tengah.[]
Diperbarui pada ( 15 Maret 2024 )