BNOW ~ Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata pada Kamis, 20 Mei 2021, menghentikan serangan 11 hari yang membuat Jalur Gaza luluh lantak.
Tepat saat gencatan senjata diberlakukan pada pukul dua pagi waktu setempat, hiruk pikuk kehidupan kembali ke jalan-jalan di Gaza. Orang-orang keluar dari rumah. Beberapa di antaranya meneriakkan “Allahu Akbar” dari balkon.
Banyak juga yang menembakkan senjata ke udara, merayakan gencatan senjata Israel dan Hamas. Sementara dari pengeras suara masjid terdengar seruan “kemenangan perlawanan yang diraih atas pendudukan (Israel).”
Sementara pada Jumat pagi, ribuan orang berkumpul di kawasan Khan Younis di Jalur Gaza selatan, di luar rumah keluarga Mohammed Dief, komandan bayangan Hamas yang telah memerintahkan serangan roket. Para pendukung meneriakkan “kemenangan” dan mengibarkan bendera hijau Hamas.
Setelah gencatan senjata diumumkan, Israel mengklaim telah menimbulkan kerusakan parah pada Hamas. Namun, mereka juga tidak dapat menghentikan serangan roket tanpa henti dari kelompok penguasa Gaza tersebut.
Gencatan senjata Israel dan Hamas tak terlepas dari upaya Mesir. Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu bersama kabinetnya dengan suara bulat menerima proposal Mesir tersebut.
Hamas mengatakan Netanyahu setuju menghentikan tindakan Israel lebih lanjut di Masjid Al Aqsa dan membatalkan penggusuran warga Palestina di Sheikh Jarrah. Juru bicara Hamas Abdelatif al-Qanou, mengatakan pengumuman Israel tentang gencatan senjata adalah “deklarasi kekalahan”. Namun, Hamas menghormati kesepakatan tersebut.
Sebaliknya, Netanyahu kini menghadapi kemarahan dari basis sayap kanan garis keras Israel karena dia menyetujui gencatan senjata dengan Hamas. Salah satunya dari Gideon Saar, mantan sekutunya yang sekarang memimpin partai kecil menentang Netanyahu. Saar menyebut gencatan senjata Hamas dan Israel itu “memalukan”.
Baca Juga: Rudal Israel Menyasar Warga Sipil, Membunuh Anak-anak Gaza
Terlepas dari saling klaim, seperti tiga perang sebelumnya antara Israel dan Hamas, serangan kali ini berakhir dengan kerusakan masif di Jalur Gaza. Baik dari sisi korban maupun infrastruktur.
Setidaknya 230 warga Palestina meninggal dunia, termasuk 65 anak-anak dan 39 wanita, dan 1.710 orang terluka. Sekitar 58 ribu warga Palestina meninggalkan rumah, mencari perlindungan di sekolah-sekolah milik Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sementara di Israel, dua belas orang tewas, termasuk anak laki-laki usia 5 tahun dan gadis 16 tahun.
Sejak pertempuran dimulai, infrastruktur Gaza, yang telah melemah akibat blokade selama 14 tahun, telah memburuk dengan cepat. Kini, tantangan menakutkan lainnya setelah perang 11 hari itu adalah membangun kembali wilayah yang hancur akibat rudal-rudal Israel di tengah amukan wabah corona.
Suplai obat-obatan, air, dan bahan bakar untuk listrik semakin menipis karena Israel dan Mesir memberlakukan blokade setelah Hamas merebut kekuasaan dari Otoritas Palestina pada 2007. Sejak saat itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas memerintah daerah otonom yang diduduki Israel di Tepi Barat dan memiliki pengaruh terbatas di Gaza.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebutkan serangan Israel juga merusak sekitar 18 rumah sakit dan klinik serta menghancurkan satu fasilitas kesehatan. Menurut Save the Children, enam sekolah hancur dan lebih dari 50 sekolah rusak akibat pemboman Israel. Kini, 42 ribu anak Palestina kehilangan akses pendidikan.
Serangan 11 hari itu meletus sejak 10 Mei, ketika Hamas menembakkan roket jarak jauh ke arah Yerusalem. Serangan roket dilakukan usai bentrokan berhari-hari antara pengunjuk rasa Palestina dan polisi Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa. Aksi polisi Israel yang menyerbu kompleks masjid, dan ancaman penggusuran puluhan warga Palestina oleh pemukim Yahudi mengobarkan ketegangan.
Baca Juga: Hamas Tembakkan Ratusan Roket ke Tel Aviv Setelah Kantornya Runtuh Diserang Israel
Amerika Serikat, sekutu terdekat dan terpenting Israel, awalnya mendukung serbuan rudal ke Gaza, yang disebut sebagai hak membela diri. Tetapi ketika pertempuran berlarut-larut dan jumlah korban tewas meningkat, Amerika menekan Israel menghentikan serangan.
Di Washington, Presiden Joe Biden memuji gencatan senjata Hamas dan Israel. “Saya yakin kami memiliki peluang nyata untuk membuat kemajuan, dan saya berkomitmen bekerja untuk itu,” ujarnya.
Sayangnya, setelah gencatan senjata itu, Biden juga mengatakan Amerika berkomitmen membantu Israel mengisi kembali pasokan rudal pencegatnya untuk sistem pertahanan roket Iron Dome. Amerika, kata Biden, juga akan bekerja dengan Otoritas Palestina yang diakui secara internasional, bukannya Hamas, untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza.