~ Hantu yang begadang memang suka typo
“Apa kau tulis tu, Yong!” sergah seorang kawan pada pukul empat pagi.
Kala itu, beberapa tahun lalu, saya dan dia dan satu kawan lagi, dan seorang lagi yang tak dikenal sedang begadang menyelesaikan sebuah edisi tabloid untuk kepentingan propaganda politik. Masing-masing kami memiliki job desk berbeda. Ada yang menjadi layouter, editor, dan reporter.
Namanya juga kerja tengah malam dan memburu tenggat. Tugas antara editor dan reporter tak bisa dibedakan lagi. Reporter ikut mengedit sendiri beritanya, sedangkan editor membuat sendiri tulisannya.
Yong yang disebutkan di atas tentu bukan nama saya. Tapi ucapan itu memang tertuju kepada saya. Soalnya, yang bicara cuma kami berdua. Yong kependekan dari Buyong. Mungkin, semacam panggilan akrab, entahlah.
Sergahan berbau celaan di atas tadi bukan bertujuan menghakimi. Itu hanya pengingat bahwa betapa banyak typo dalam tulisan saya. Kenapa banyak typo? Inilah kondisi ketika mengejar tenggat alias deadline. Bukan pembelaan yang harus didengar tentu saja. Namun, begadang semalaman menyelesaikan tulisan demi tulisan agar bisa dikirim ke percetakan paginya membuat waktu begitu ketat.
Seperti tak sempat mengatur nafas, mata bergerak dari satu tulisan ke tulisan lain. Membaca dari awal, menyisir kata demi kata dan kalimat demi kalimat. Lalu sesudah itu menggerutu kenapa mata menjumpai sebuah kalimat yang “hancur”.
Ketika sebuah tulisan tidak lengkap, dan di tengah malam buta narasumber tak bisa dihubungi satu pun, jalan terbaik adalah mengecek ke Google. Hanya untuk membenarkan fakta, misalnya, sejak kapan si A yang politisi itu bergabung ke partai B. Atau, apakah nama Si Anu sudah betul ejaannya, bukan malah tertulis Ana, dll.
Setelah itu tulisan tersebut dipoles. Dikasih gincu, bedak, lipstik dan sesekali dilumuri bumbu dapur supaya gurih. Lalu dibaca bergantian oleh editor cum reporter yang lain. Kadangkala, polesan ini tak menghasilkan tulisan yang enak dibaca. Apa boleh buat.
Lambat laun, ketika jarum jam sudah bergerak melewati angka dua, proses memperbaiki naskah makin menemukan malapetaka. Typo-typo berjejer. Hingga keluarlah celaan di atas tadi. Kopi, kratingdaeng bahkan cemilan ala surga yang lain tak mampu membendung typo-typo itu. Sementara satu sisi, tubuh kian lelah dan ingin cepat-cepat merangkak ke kasur.
Saat jarum jam bertengger ke angka empat, rasa lelah itu kian menjadi. Mata berair, tubuh makin berat, jari-jari kian lambat. Namun, teriakan dari teman tadi yang disusul lemparan kotak korek api ke atas meja, membuat saya mampu terjaga hingga pagi. “Kerja yang benar, jangan tidur. Dasar penulis hantu!”
Ya, kami memang penulis hantu tapi jenisnya bukan kuntilanak. Kalau di barat sana yang kerap Breeders dengar, istilahnya mungkin Ghost Writer. Kalau diterjemahkan bisa berarti penulis hantu. Ada juga yang menyebutnya penulis sewaan. Untung belum ada yang menyebut penulis rental (Wah, kayak rental PS, dong Bang?)
Kenapa ada kata hantu di sana? Karena nama penulisnya tak disebutkan di tulisan tersebut. Cukup dibayar saja honornya. Istilahnya, tak perlu byline atau anonim. Lagipula, apalah arti sebuah nama, cukup di KTP saja, kan?
Penulis hantu lazim dalam dunia tulis menulis. Ada banyak film barat yang mengisahkan tentang itu. Salah satunya, The Ghost Writer yang dibintangi Pierce Brosnan. Tontonlah siapa tahu menginspirasi Breeders menjadi penulis hantu. Jika tabah melalui cobaan, bakal sukses dan gentayangan di mana-mana.
Sebenarnya, penulis hantu cocok disematkan untuk penulis buku. Ada cerita di balik otobiografi mendiang presiden Amerika John F. Kennedy “Profiles in Courage” ataupun serial novel politik Tom Clancy sebenarnya digarap lewat jasa penulis hantu. Di Amerika sana, para penerbit, perusahaan musik, hingga industri film di Hollywood melestarikan keberadaan penulis hantu. Soalnya, biaya yang dikeluarkan untuk memakai jasa penulis hantu lebih murah ketimbang membayar royalti kepada penulis ternama. Kan, nasib kantong penulis hantu memang mirip rental PS :(.
Kalau mau baca ulasan soal seluk-beluk penulis hantu bisa lihat liputan Lynn Andriani di majalah Publishers Weekly edisi 29 Mei 2006. Penulis hantu menurut Lynn bahkan sudah ada sejak zaman Mesopotamia Kuno. Hmm, profesi yang begitu purba.
Nah, ketimbang kembali ke masa lampau itu, mari kita balik ke “kantor” saya.
Sesudah tulisan tadi dianggap beres barulah diserahkan ke layouter untuk dipermak dalam perwajahan tabloid. Sampai di sini kerja belum selesai. Adakalanya si layouter ketiduran menunggu tulisan siap. Tapi, mau tak mau dia harus dibangunkan untuk melayout. Bayangkan, kondisi orang yang baru tidur lalu dibangunkan, tentu bingkeng.
Ketika perwajahan selesai dan dikirim ke percetakan, nafas lega belum bisa keluar. Soalnya, masih menunggu kiriman hasil cetakan di hari berikutnya. Apakah masih ada yang salah? Ketika tidak ada yang salah, pikiran pun berputar kepada soal yang begitu penting, kapan honor cair?
Di balik itu semua, ada beberapa tips yang layak dicoba bagi Breeders yang ingin menjadi atau sudah terlanjur menjadi penulis “bookingan”. Terutama, bagi yang suka bekerja larut malam.
Pertama, perhatikan jenis camilan. Cari makanan yang bergizi dan sehat. Namun, tidak perlu 4 sehat 5 sempurna. Jika sering begadang dan makannya indomie, sesekali ganti ke bubur kacang hijau. Indomie tak akan membuat tubuh kenyang sepanjang malam. Bagi yang tak terbiasa memamah indomie lebih baik jangan mencoba.
Kedua, perhatikan jenis teman kerja. Carilah yang suka mengobrol tapi serius bekerja. Jangan pilih yang pendiam. Bisa jadi ketika bekerja dia diam-diam tertidur di meja. Jangan juga dengan orang yang bicaranya tak bisa direm. Ujung-ujungnya malah mengobrol bukan bekerja. Hindari juga bekerja dengan teman yang hobi bermain game yang sama. Tak elok.
Ketiga, pilih AC dan atau kipas angin. Begadang di dalam ruangan yang ber-AC dan atau kipas angin sama-sama tak ada enaknya. Kedua benda ini tak mampu membuat Breeders cepat kaya tapi mampu mengirimkan dehidrasi akut saat pagi. Cara terbaik, sesekali matikan benda itu.
Keempat, saat AC dan atau kipas angin dimatikan, pergilah ke luar ruangan dan tataplah langit dinihari. Sejenak Breeders mungkin akan mendapatkan sesuatu. Bisa inspirasi atau penyesalan kenapa memilih begadang untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kelima, sering-seringlah membasuh muka. Sesekali lihat kondisi muka apakah kuyunya sudah maksimal atau belum? Jika sudah, yakinkan diri dalam hati bahwa Breeders tidak akan menua sebelum waktunya.
Keenam, jika tak sanggup lagi menjalani pekerjaan seperti itu, berhentilah. Carilah pekerjaan lain seperti menjadi pemandu wisata atau fotografer. Breeders tak perlu begadang bahkan bedakwa-dakwi dengan pemilik tabloid ketika honor belum dicairkan.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )