Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespon keputusan Polda Jawa Timur yang menetapkan akitivis HAM Veronica Koman sebagai tersangka. Menurut Usman Hamid, penetapan tersangka tersebut menunjukkan pemerintah dan aparat negara tidak paham dalam menyelesaikan akar permasalahan Papua yang sudah lebih dari dua pekan menjadi pembicaraan publik. “Akar masalah sesungguhnya adalah tindakan rasisme oleh beberapa anggota TNI dan penggunaan kekuatan berlebihan oleh kepolisian di asrama mahasiswa di Surabaya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu, 4 Desember 2019.
Usman menambahkan, jika polisi menuduh Veronica ‘memprovokasi’, pertanyaan yang harus dijawab oleh polisi adalah siapa yang telah terprovokasi untuk melanggar hukum akibat dari postingan Veronica di Twitter tersebut? “Justru yang harus kepolisian fokuskan adalah pada orang-orang yang menghasut mereka yang datang mengepung dan melakukan persekusi disertai tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Setelah itu penting juga kepolisian untuk memeriksa anggotanya yang menembakkan gas air mata dan mendobrak pintu asrama mahasiswa Papua di Surabaya,” ujar Usman.
Kriminalisasi Veronica Koman, tambah Usman, akan membuat orang lain takut berbicara atau memakai media sosial untuk mengungkap segala bentuk pelanggaran HAM terkait Papua. “Jika ada yang tidak akurat dari informasi yang diberikan oleh Veronica sebaiknya polisi memberikan klarifikasi bukan dengan mengkriminalisasinya. Pemerintah pun sebaiknya membuka akses semua pihak agar dapat memverifikasinya secara objektif.”
Usman Hamid meminta Polda Jawa Timur segera menghentikan kasus tersebut dan mencabut status tersangka wanita 21 tahun itu. “Kepolisian Negara Republik Indonesia harus memastikan bahwa semua jajarannya menghargai kemerdekaan berpendapat di muka umum dan juga di media sosial dan tidak dengan mudah melakukan pengusutan jika ada laporan terkait kemerdekaan berekspresi di masa yang akan datang.”
Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Jawa Timur, Rabu, 4 September. Dia dituduh menyebarkan provokasi dan hoaks untuk memobilisasi protes orang Papua usai pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya.
“Dari hasil gelar tadi malam, berdasarkan bukti permulaan yang cukup yaitu dari foto dari handphone dan keterangan warga, bahwa VK sangat proaktif dengan kejadian yang berkaitan dengan Papua. Maka VK kami tetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus ini,” ujar Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan.
Veronica awalnya akan diperiksa sebagai saksi atas Tri Susanti, tersangka rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Namun Veronica tidak datang memenuhi panggilan tersebut.
Luki menyatakan kini Veronica berada di luar negeri. “Kami akan kerja sama dengan Badan Intelijen Negara dan Interpol [International Police] untuk menindaklanjuti kasus ini,” ujarnya.
Menkopolhukam Wiranto menyatakan Interpol tengah memburu Veronica. Wiranto mengatakan Veronica yang juga berstatus sebagai kuasa hukum Aliansi Mahasiswa Papua itu disangka melanggar pasal 160 KUHP, serta UU ITE tentang penyebaran informasi bermuatan SARA.
Wiranto membantah Kepolisian terlalu cepat menetapkan Veronica sebagai tersangka. Ia meyakini Kepolisian telah melalui prosedur yang berlaku ketika menetapkan Veronica. “Kita percayakan saja kepada polisi, ada yang lambat Karena cari buktinya susah. Ada cepat karena buktinya gampang,” ujar Wiranto.
Hingga ditetapkan sebagai tersangka, akun twitter Veronica @VeronicaKoman masih terus aktif. Pada salah satu cuitannya, Veronica memposting inisial orang-orang yang ditahan terkait penyebaran brosur menentang rasisme.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )