Aku di Antara Cintamu dan Dia

Lalu sekarang, tak ada lagi kata yang terucap. Baik maaf, meminta untuk bertahan atau kau persilakan aku pergi.

Ilustrasi Freepik

Hei kamu, yang datang tanpa mengucap salam dan pergi tanpa meninggalkan pesan, apa kabarmu sekarang?

Awal bertemu, aku tau hatimu masih luka. Dia menorehkan luka yang dalam, dia yang kuyakini sampai detik ini masih kau sebut dalam doa-doamu.

Dia yang sering kau sebut sejak awal cerita kita, ada nada benci di ceritamu tapi juga banyak menginsyaratkan cinta. Dia yang kau perjuangkan mati-matian.

Awalnya aku tentu ragu, bukan hanya tentangmu yang masih menyimpan dia sudut hatimu. Tapi, juga aku yang belum “move on” darinya.

Ya, anggap saja kita sama-sama menyembuhkan luka pada tempat yang tepat di waktu yang tak disangka.

Seiring berjalannya waktu, ada komitmen yang terbangun antara aku dan kamu. Kita saling percaya. Berusaha untuk saling cinta dan selalu saling melengkapi.

Namun, ada yang luput dariku—dan ini kutau kemudian. Aku yang dari awal mencoba membangun kepercayaan untukmu, lupa membuatmu untuk percaya padaku.

Tentunya itu petaka, ibarat bom waktu yang siap meledak kapan saja …

Awalnya, aku pikir karena kamu sudah mulai mencintaiku, ya, wajar saja kalau kamu cemburu dan marah ketika aku tak selalu ada untukmu.

Aku tak begitu memahami, dari awal ceritamu hingga berulang bulan sampai tahun berganti masih sering mengangkat tema tentang dia.

Iya, dia yang lagi-lagi kuyakini sampai saat ini masih kau sebut dalam sujudmu kepada Sang Pencipta.

Hingga, semua impianku tenggelam hanya karena sebaris ucapan yang keluar lewat lidahmu yang terlalu kaku untuk berkata, “Tak kutemukan dia di dirimu.”

Kau mengeja kalimat itu dengan bunyi terendah dalam nada yang cukup pelan hingga nyaris tak hinggap ke telingaku.

Tapi bagiku, kalimat yang tidak lengkap syarat itu ibarat kau menebas dengan parang yang tumpul. Tentunya tak patah. Bahkan retak saja tidak.

Tapi, kau lupa itu berbekas, sayang. Luka tapi tak berdarah!

Tentu, aku dan dia berbeda, Caraku dan cara dia mencintaimu juga berbeda.

Tak ada yang sama kecuali kami—aku dan dia—sama-sama seorang perempuan yang ingin dicintai dan mencintai.

Kecuali kami adalah sama-sama anak manusia yang jatuh hati kepada sosok yang sama.

Aku pernah membaca kisah seperti ini yang mendarat dalam sebuah novel cinta karangan penulis tak bernama.

Aku lupa akan ending-nya dan tiada kusangka itu ternyata menimpaku. Dan kuharap ini bukanlah kutukan.

Baca Juga: Secuil Memori denganmu, Perempuan Berinisial Huruf Kelima dari Abjad

Lalu sekarang, tak ada lagi kata yang terucap. Baik maaf, meminta untuk bertahan atau kau persilakan aku pergi.

Halo, kamu, yang pernah mencari dia di diriku hingga aku akhirnya pindah ke hatimu. Kamu yang pernah datang tanpa salam dan pergi ada pesan, apa kabarmu sekarang?

Semoga kau mendapatkan lagi dia yang kau cari, pada dia-dia yang lain. Namun, ingatlah satu hal. Setiap insan berbeda satu sama lain dan karena itulah cinta ada.

Jika kamu berkenan untuk berbagi cerita-cerita macam begini, kirimkan aja kisah #cintareceh ala kamu ke email: [email protected]. Syaratnya, cerita harus murni pengalaman sendiri, bukan jiplakan. Panjang minimal 300 kata. Ditunggu, Bree!

Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )

Facebook Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *