~ “Keren tu wak, tapi, bagusnya ko juga siap-siap diuji soal konsistensi dalam waktu yang lama.”
Kalimat itu diucapkan seseorang yang telah malang melintang di dunia kepenulisan sekian tahun. Saya paham, dia sebenarnya cuma mau bilang, mengelola ini semua tak ada untungnya. Tak ikut tren, minim pengunjung, dan mereka yang kebetulan mengeklik belum tentu berminat membacanya.
Barangkali dia benar. Dan mungkin saya harus berpikir demikian juga, ketika saya…sedang menghadap cermin.
Tapi, lupakanlah. Saya dan Breedie keburu berjodoh. Dan cinta itu buta, memang. Tak perlu cermin untuk nanar pada kerut di tepi mata, atau kusam dan jerawat yang membandel. Memalingkan cermin adalah cara yang tepat untuk berlagak masa bodoh. Karena seringkali bercermin memunculkan banyak kekhawatiran. Bikin kita tak berani begini, tak berani begitu, padahal sejatinya kita ingin ini, ingin itu, banyak sekali. Kodrat kita seperti Nobita dalam komik Doraemon.
Dan Breedie bisa dianggap oase bagi pejalan yang nyaris pingsan dibekap dahaga pelampiasan ke-masabodoh-an itu. Saya merasa Breedie muncul tepat waktu. Zaman ketika interpretasi harus tunggal, pilihan politik terpilah antara punya tuhan dan punya setan, sampai urusan remeh-temeh seperti makian ‘sontoloyo’ dan ukuran tempe setipis kartu ATM disulap jadi narasi yang mendengung di debat-debat layar kaca menggunakan frekuensi publik tanpa perasaan empati bahwa kita butuh tayangan mendidik yang…..Ah, nafas saya habis.
Sampai di situ, saya teringat arahan seorang petugas kebersihan saat saya masih sekolah. “Sampah plastik susah terurai, buang yang non-organik ke sini, organik ke sini, itu dibuang ke sini, ke sini.” Sial, saya menyesal karena tidak menyimaknya dengan benar. Karena mungkin saja petugas itu juga mengajarkan saya cara mengelola semua jenis ‘sampah’ semestinya.
Dimana posisi Breedie dalam pergulatan tadi? Kerdil nian. Saya melihat Breedie seakan perpustakaan khusus yang menyediakan buku cerita remah-remah kehidupan. Cerita yang buat kita kembali membumi, setelah seharian mendengar dongeng para elit yang berlaga di turnamen elektoral, lalu menyimak janji-janjinya yang bikin kita terbang ke langit (lalu ditendang ke bawah).
Breedie tak suka marah, tapi menyentil boleh lah. Cerita kocak, satir, melankolis, dan segala hal yang bisa dinikmati sembari minum kopi, adalah wajah Breedie yang saya harap tetap utuh sampai waktu mendatang.
Selain menyungging senyum seraya menawar pelipur lara buat para pembaca, Breedie sesekali bikin pedas mata dan mengerutkan kening. Maklum, Breedie sulit untuk santun. Dengan gaya bahasa yang apa adanya, Breedie mau tak mau pasrah pada reaksi pembaca.
Sebuah ungkapan dari Roland Barthes, “Kelahiran seorang Pembaca semestinya terjadi karena kematian Penulisnya.” Sebutlah, usai ide diungkapkan dan melenggang liar di alam maya, maka biarlah netizen budiman yang menafsirkannya. Karena penulis telah kehilangan otoritas. Konon lagi majelis penilai tutur, tak akan ada. Jadi tak perlu khawatir, Breedie yang masih “kecil” ini siap berbesar hati pada segala macam respon dari pembaca. Karena kita semua menaruh hormat pada dialektika. Semoga, pujian dan olokan benar-benar membuat kita belajar banyak di sini. Dan terimalah, pertukaran ide merupakan bagian dari kerja jangka panjang Breedie.
Seliar itukah? Entah, kita terus mencari di mana batasannya. Karena sejauh ini, Breedie terus mendobrak batasan-batasan yang ada. Setiap “pagar” itu patah, beberapa di antara kita mencoba memasangnya lagi di jarak yang baru, tanpa bisa berharap pagar itu kokoh selamanya.
Sampai, ide itu membuntu pada jurang yang kita sepakati untuk tidak dilampaui, yakni penghormatan atas keyakinan luhur yang bersemayam di lubuk hati setiap orang. Barangkali di situ batasannya (ternyata ada, hehe). SARA dan unsur lahiriah yang melekat dan tak dapat kita ubah, di sinilah kita berhenti.
Sisanya, makanan favoritmu, warna kesukaanmu, dan kenangan-kenangan pahit dan manis dalam perjalanan hidup ini, mohon maaf, semua bisa digugat disini. Breedie jadi ruang yang bebas untuk dijamah, sesuka hatimu, teman.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )
One thought on “Setahun Breedie, Nikmatilah Sesuka Hati”