BNOW ~ Sebanyak 101 bom sisa perang dunia kedua ditemukan di Kepulauan Solomon. Bom-bom yang tidak meledak itu ditemukan di halaman belakang rumah di Honiara, ibu kota negara di kawasan Pasifik selatan tersebut.
Bom-bom yang dikategorikan sebagai senjata yang belum meledak atau UXO—Unexploded Ordnance—itu ditemukan seorang pria yang sedang menggali lubang septic tank baru.
Setelah penemuan tersebut, petugas penjinak bahan peledak dari Kepolisian Solomon datang ke lokasi dan mengeluarkan seluruh bom dari dalam tanah. Kini, ratusan proyektil berdaya ledak tinggi ukuran 105 mm tersebut disimpan dengan aman untuk dijinakkan.
Polisi memperingatkan penduduk Solomon bila ingin membangun di atas tanah yang mungkin menyimpan bom serupa, propertinya dibersihkan lebih dulu oleh perusahaan pembersih UXO.
Pada 9 Mei lalu, dua pria tewas ketika bom sisa perang dunia kedua meledak di kawasan pemukiman di Honiara. Kedua pria itu sedang memasak di halaman belakang rumah. Keduanya tak menyadari ada proyektil buatan Amerika Serikat yang terkubur 30 sentimeter di bawah tanah tempat mereka memasak.
Sementara tahun lalu, seorang pria Australia dan koleganya dari Inggris yang mengerjakan proyek memetakan amunisi di Kepulauan Solomon tewas akibat ledakan di kawasan yang sama.
Baca Juga: Bom 300 kilogram Ditemukan di Lokasi Konstruksi
Bom-bom itu bagian dari warisan perang dunia kedua yang menghancurkan Pasifik. Ribuan bom dijatuhkan di pulau-pulau Pasifik, termasuk Solomon, Papua Nugini, dan Palau. Banyak bom gagal meledak. Depot mesiu didirikan di seluruh pulau dan setelah perang banyak bom dibiarkan tertinggal di sana tanpa dijinakkan.
Setelah perang, negara-negara sekutu seharusnya membuang UXO dengan benar tapi mereka tidak selalu melakukannya. Ada seruan agar Jepang, Amerika Serikat, dan sekutu lainnya mengembangkan rencana membersihkan bom sisa perang dunia kedua dari negara-negara Pasifik.
Menurut pemimpin oposisi Mathew Wale, tugas pemerintah Solomon untuk mendesak Jepang dan negara-negara bekas sekutu mengembangkan rencana yang komprehensif. “Saya juga meminta pemerintah menjajaki kemungkinan penerapan penyelidikan koroner jika opsi ini dapat digunakan dalam keadaan seperti itu. Insiden tersebut tidak boleh dianggap enteng oleh pemerintah”.[]
Diperbarui pada ( 25 Maret 2024 )