GOL Manchester City pada menit 34 ke gawang Newcastle di Etihad Stadium, Ahad dini hari, 21 Januari 2017, agak membingungkan. Terutama setelah mulut Sergio Aguero–dalam tayangan lambat–terlihat mengucapkan “Yes” sambil berlari ke pojokan untuk selebrasi bersama teman-temannya, termasuk Kevin De Bruyne.
Ucapan Aguero itu seperti memastikan bahwa dialah pencetak gol tersebut. Memang, dalam tayangan normal, terlihat seperti Aguerolah yang membuat bola memelintir ke pojok tiang jauh Newcastle. Namun, dalam tayangan lambat, nyaris umpan lambung dari De Bruyne tak menyentuh kepala Aguero. Mungkin hanya ujung rambut. Mungkin. Tapi Aguero bilang, ya! Kita mau apa?
Bermain di kandang sendiri malam itu, City tampil monoton alias selow. City bermain begitu dominan; mengurung. Babak pertama saja, 84 persen penguasaan bola berada di tangan anak asuh Pep Guradiola. Duh, Pep, hobinya selalu begitu sejak di Barcelona dan Bayern.
Seperti rezim orde baru yang begitu mengekang, City-nya Pep mendominasi setiap lini. Bahkan, bermain setengah lapangan. Untungnya, rumput di stadion macam Etihad kualitasnya bagus. Sebab, jika terlalu lama dipijak bakal lebih cepat botak sebelah.
Bermain mengurung (baca: mengekang), membuat City kehilangan daya tarik sebagai klub terbaik. Maaf, jika harus terkantuk-kantuk menontonnya. Pep hanya menyuruh pemainnya membongkar setiap sudut pertahanan The Magpies. Bola digulir dari tengah ke kanan, terus ke tengah lagi, kiri, kanan, tengah, begitu terus.
Beberapa kali passing para pemain City juga gagal. Tak ada satu pun sepak pojok mereka–dari belasan kali–membuahkan gol. Membosankan!
Namun, ada usaha, ada hasil. Berulang kali mencari, City akhirnya menemukan kunci pintu gembok pagar depan Newcastle. Dua gol di babak pertama sedikit mengurangi kebosanan. Minimal, para pemain City tak lagi berjalan-jalan mengalirkan bola. Bukankah Liga Inggris itu terkenal dengan kecepatan permainannya. Seharusnya, Pep membiarkan Sane, Sterling, dan Silva berlari sekencang-kencangnya. Bila perlu sampai titik nafas penghabisan.
Pep tidaklah demikian. Ia hanya menyuruh Aguero menyimpan energi di babak kedua. Ia meminta pemain Argentina itu melepaskan daya magisnya di babak kedua. Aguero yang patuh, melakukannya. Ia membuahkan hattrick setelah menerima umpan Sane yang begitu piawai melewati barisan beknya Rafael Benitez. Lihat apa yang dilakukan Benitez di bangku cadangan? Cuma menulis nomor-nomor buntut.
Kali ini gol Aguero itu terlalu nyata. Tak perlu tayangan lambat. Betul-betul dari kaki kirinya. Sebelum gol itu, pada babak kedua, City berubah jadi lebih cepat walaupun sesekali melambat. Sebagai ganjaran, mereka kebobolan satu gol oleh Jacob Murphy lewat serangan balik Newcastle. Maaf, rupanya Benitez tadi tak menulis nomor buntut. Yang ia tulis adalah skema serangan balik itu. Ia jengah melihat separuh lapangan menjadi milik Pep.
Namun apa yang dilakukan Benitez itu agak terlambat. Sepanjang permainan ia hanya menyuruh Jonjo Shelvey dkk jogging di depan kotak penalti, melindungi gawang Karl Darlow dari ancaman tembakan. Jika dapat bola, segera mungkin lakukan serangan balik.
Benitez memang terkenal sebagai pelatih dengan gaya bertahan. Mau tim berfilosofi menyerang pun dipaksa bertahan. Ia sebelas dua belas dengan Jose Mourinho di musim-musim lalu. Contohnya, ketika melatih Real Madrid pada awal musim 2015-2016, Benitez membuat tim ibu kota Spanyol itu hancur lebur.
Menjelang babak kedua berakhir, beberapa kali Newcastle melakukan serangan balasan. Tapi percuma. Buat apalagi Rafa, buat apa, timmu kan sudah kalah. Duduk manis saja di bangku cadangan. Lihatlah Aguero yang sedang merayakan gol ujung rambut itu.
Biarkan saja Benitez bermurah durja di bangku cadangan. Tiga poin untuk City dinihari tadi, semua karena Aguero dan Pep. Cuma mereka berdua yang bisa menjadikan City tak (lagi) membosankan. Yang lain cuma gula-gula.
Diperbarui pada ( 3 Maret 2024 )